Saturday, October 13, 2012

Mencermati Peseni Rupa Kontemporer Jepang

Pameran seni rupa kontemporer Jepang diselenggarakan Edwin’s Gallery. Tajuknya: “Fantasy and Absurd Reality of Japanese Contemporary Art”. Ini merupakan upaya menjalin pertalian untuk saling mencermati perkembangan kesenian antara Indonesia dan Jepang. Pameran ini menjadi sebuah perhelatan mandiri yang coba dibawa oleh Edwin’s Gallery untuk membuka pertukaran ide dan jejaring kerja secara lebih luas dalam posisi perkembangan kesenian antar kedua negara tersebut.
Pameran ini berlangsung mulai 1 hingga 12 Agustus 2012 lalu. Seniman yang dihadirkan merupakan seniman muda Jepang yang mungkin dapat mewakili dan yang sedang membangun kekuatan artistiknya dalam memperoleh posisi dalam peta perkembangan seni rupa kontemporer Jepang dewasa ini. Dalam pengantar kuratorial yang dicatat oleh Aminudin TH Siregar disebutkan bahwa karya-karya yang ditampilkan mengemukakan unsur-unsur fantasi dan imajinasi: animasi, komikal dan dunia ganjil anak-anak.
Identitas (ke)timur(an) yang menguatkan ide-ide unik secara kultural tampak menjadi kecenderungan karya-karya seniman Asia pada umumnya, terlepas dari realitas seni yang kebarat-baratan yang ditampilkan. Di Jepang, manga (komik) merupakan kultur yang dibangun sebagai identitas yang mewakili karakterisk negara tersebut yang mudah untuk diidentifikasi. Begitu pun pola pengembangan ide-ide fantasi yang dihadirkan pada karya seniman pada pameran ini, yang menjadi khas dengan karakteristik anima dan komikal.
Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada karya Hiroyuki Matsuura dan Mayuka Yamamoto yang menampilkan figur dengan karakter animasi sesuai imajinasi sang pembuat. Mitsuri Watanabe pun demikian. Ia membuat sebuah figur seorang anak kecil yang dihadirkan dalam bentuk yang surealistik, dengan aktifitas umum anak-anak namun dihadirkan pada ruang-ruang yang aneh. Takafumi Hara mengambil unsur potongan komik dan menjadikannya sebuah karya lukis.
Jepang dengan perkembangan teknologi dan industri yang mendorong pesatnya kebudayaan pop tak luput dari subyek gagasan yang diangkat sumber karya oleh seniman Showichi Kaneda. Dia menggambarkan bentuk lain brand mobil balap F1 seperti pabrikan Ferrari yang disponsori Vodafone dalam pengalihan bentuk serupa ikan hiu. Lain halnya yang dilakukan oleh Tree, ia mencoba mengintervensi balik hasil kebudayaan populer, dengan menumpuk boneka anima anak-anak yang berbahan karet menjadi karya tiga dimensi ataupun meng-press nya menjadi karya relief yang menarik.
Keuletan merupakan bagian dari proses yang dibangun dalam penciptaan karya seni oleh seniman-seniman Asia Timur, seperti yang terjadi pada seniman Jepang. Ada karya tiga dimensi yang menampilkan bentuk surealistik dengan visual manusia dengan sebagian bentuk tubuh binatang. Karya ini digarap oleh Emiko Makino dengan mengetengahkan patung bermaterial utama kayu berukuran kecil-kecil dengan teknik penciptaan yang penuh ketekunan sehingga menghasilkan bentuk yang sangat detail, terutama pada jemari kaki dan tangan. Begitu pula dengan karya Tetsuya Noguchi dan Saturo Koizumi.
Lain hal pada karya dua dimensi seperti lukisan Kazuki Takamatsu. Lewat keahlian dan ketekunannya melukis dengan menumpuk cat dengan layer per-layer sehingga menghasilkan dimensi ruang yang mengagumkan. Begitu pula dengan U-Die. Seniman ini mengolah komik secara manual yang kemudian tersusun membentuk figur populer seperti Michael Jackson dan Marylin Monroe.
Karya-karya yang dipamerkan kecenderungan berukuran kecil, mungkin dapat dimengerti bahwa keterbatasan dan keamanan pengiriman karya menjadi kendala. Atau hal tersebut menjadi karakteristik karya seni rupa Jepang yang tak terbaca. Hal, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah ini hanya sebagian kecil contoh dan representasi karya seni rupa Jepang yang dihadirkan dan masih banyak hal lain yang lebih besar dalam mewakili perkembangan seni rupa kontemporer Jepang seharusnya? Dan apakah ini tidak hanya selesai menjadi kepentingan penyelenggaran galeri untuk menatap “pasar”? (Sumber: harianhaluan.com)

No comments:

Post a Comment