Pameran
seni rupa kontemporer Jepang diselenggarakan Edwin’s Gallery. Tajuknya:
“Fantasy and Absurd Reality of Japanese Contemporary Art”. Ini
merupakan upaya menjalin pertalian untuk saling mencermati perkembangan
kesenian antara Indonesia dan Jepang. Pameran ini menjadi sebuah
perhelatan mandiri yang coba dibawa oleh Edwin’s Gallery untuk membuka
pertukaran ide dan jejaring kerja secara lebih luas dalam posisi
perkembangan kesenian antar kedua negara tersebut.
Pameran ini berlangsung mulai 1 hingga 12 Agustus 2012
lalu. Seniman yang dihadirkan merupakan seniman muda Jepang yang mungkin
dapat mewakili dan yang sedang membangun kekuatan artistiknya dalam
memperoleh posisi dalam peta perkembangan seni rupa kontemporer Jepang
dewasa ini. Dalam pengantar kuratorial yang dicatat oleh Aminudin TH
Siregar disebutkan bahwa karya-karya yang ditampilkan mengemukakan
unsur-unsur fantasi dan imajinasi: animasi, komikal dan dunia ganjil
anak-anak.
Identitas (ke)timur(an) yang menguatkan ide-ide unik
secara kultural tampak menjadi kecenderungan karya-karya seniman Asia
pada umumnya, terlepas dari realitas seni yang kebarat-baratan yang
ditampilkan. Di Jepang, manga (komik) merupakan kultur yang dibangun
sebagai identitas yang mewakili karakterisk negara tersebut yang mudah
untuk diidentifikasi. Begitu pun pola pengembangan ide-ide fantasi yang
dihadirkan pada karya seniman pada pameran ini, yang menjadi khas dengan
karakteristik anima dan komikal.
Kecenderungan tersebut dapat dilihat pada karya Hiroyuki
Matsuura dan Mayuka Yamamoto yang menampilkan figur dengan karakter
animasi sesuai imajinasi sang pembuat. Mitsuri Watanabe pun demikian. Ia
membuat sebuah figur seorang anak kecil yang dihadirkan dalam bentuk
yang surealistik, dengan aktifitas umum anak-anak namun dihadirkan pada
ruang-ruang yang aneh. Takafumi Hara mengambil unsur potongan komik dan
menjadikannya sebuah karya lukis.
Jepang dengan perkembangan teknologi dan industri yang
mendorong pesatnya kebudayaan pop tak luput dari subyek gagasan yang
diangkat sumber karya oleh seniman Showichi Kaneda. Dia menggambarkan
bentuk lain brand mobil balap F1 seperti pabrikan Ferrari yang
disponsori Vodafone dalam pengalihan bentuk serupa ikan hiu. Lain halnya
yang dilakukan oleh Tree, ia mencoba mengintervensi balik hasil
kebudayaan populer, dengan menumpuk boneka anima anak-anak yang berbahan
karet menjadi karya tiga dimensi ataupun meng-press nya menjadi karya
relief yang menarik.
Keuletan merupakan bagian dari proses yang dibangun
dalam penciptaan karya seni oleh seniman-seniman Asia Timur, seperti
yang terjadi pada seniman Jepang. Ada karya tiga dimensi yang
menampilkan bentuk surealistik dengan visual manusia dengan sebagian
bentuk tubuh binatang. Karya ini digarap oleh Emiko Makino dengan
mengetengahkan patung bermaterial utama kayu berukuran kecil-kecil
dengan teknik penciptaan yang penuh ketekunan sehingga menghasilkan
bentuk yang sangat detail, terutama pada jemari kaki dan tangan. Begitu
pula dengan karya Tetsuya Noguchi dan Saturo Koizumi.
Lain hal pada karya dua dimensi seperti lukisan Kazuki
Takamatsu. Lewat keahlian dan ketekunannya melukis dengan menumpuk cat
dengan layer per-layer sehingga menghasilkan dimensi ruang yang
mengagumkan. Begitu pula dengan U-Die. Seniman ini mengolah komik secara
manual yang kemudian tersusun membentuk figur populer seperti Michael
Jackson dan Marylin Monroe.
Karya-karya yang dipamerkan kecenderungan berukuran kecil, mungkin
dapat dimengerti bahwa keterbatasan dan keamanan pengiriman karya
menjadi kendala. Atau hal tersebut menjadi karakteristik karya seni rupa
Jepang yang tak terbaca. Hal, yang menjadi pertanyaan adalah: apakah
ini hanya sebagian kecil contoh dan representasi karya seni rupa Jepang
yang dihadirkan dan masih banyak hal lain yang lebih besar dalam
mewakili perkembangan seni rupa kontemporer Jepang seharusnya? Dan
apakah ini tidak hanya selesai menjadi kepentingan penyelenggaran galeri
untuk menatap “pasar”? (Sumber: harianhaluan.com)
No comments:
Post a Comment