"Pernahkah Anda membayangkan seberapa besar kemampuan teater dalam
mewujudkan perdamaian dan kerukunan? Di saat bangsa-bangsa dunia
menggelontorkan dana besar-besaran untuk menegakkan misi perdamaian di
wilayah-wilayah yang dilanda perang, namun teater tak pernah dianggap sebagai
solusi alternatif untuk memecahkan masalah dan memanage konflik. Lantas
bagaimanakah umat manusia bisa mewujudkan perdamaian global? Sementara
perangkat untuk menciptakan perdamaian hingga kini masih menjadi monopoli
kekuatan imperialis?"
Statemen bernada kritis tadi merupakan pernyataan Dr. Jessica Kahwa,
penulis sekaligus pakar komunikasi dan teater asal Uganda. Kebetulan tahun ini,
pernyataannya itu ditetapkan sebagai pesan Hari Teater Sedunia. Nama tokoh
perempuan Afrika itu terkenal di tingkat internasional bukan karena gelar
doktoral di bidang teater dan beragam riset yang ia lakukan di ranah tersebut,
tetapi lantaran peran aktifnya dalam berbagai misi kemanusiaan di banyak
negara, terutama di Afrika.
Sejak 1961, atas usulan Institut Teater Internasional (ITI), tanggal 27
Maret dikukuhkan sebagai Hari Teater Sedunia. Bersamaan dengan peringatan hari
teater sedunia, dirilis pula pesan tahunan yang ditulis oleh salah seorang
pakar atau seniman teater.
Dalam pesan Hari Teater Sedunia tahun ini, Dr. Kahwa menyebut teater
memiliki kekuatan yang luar biasa untuk memobilisasi umat manusia dan menghapus
berbagai jarak. Dijelaskannya, "Teater dengan potensinya yang luar biasa,
mampu membebaskan jiwa manusia dari jeratan ketakutan dan prasangka buruk.
Teater mampu menciptakan gambaran baru mengenai manusia dan menyodorkan kepada
masyarakat dan umat manusia sebuah jendela yang mengarah pada berbagai horizon
dan menyediakan banyak pilihan baru".
Semestinya, perayaan Hari Teater Sedunia di Iran digelar setiap akhir
Maret sebagaimana di negara-negara lainnya. Namun karena saat itu di Iran
bersamaan dengan rangkaian hari libur Nouruz atau tahun baru Iran, akhirnya
perayaan tersebut digelar setiap akhir April atau di bulan Ordibehesht menurut kalender
nasional Iran.
Semenjak tiga tahun lalu, komunitas teater di Iran bekerjasama dengan
departemen kebudayaan dan bimbingan Islam memperingati Hari Teater Sedunia
dengan menggelar sebuah program bernama Ordibehesht Teater-e Iran yang digelar
secara serentak di tingkat nasional. Selain mementaskan beragam pertunjukan
teater, program tersebut juga menjadi ajang untuk memberikan penghargaan dan
apresiasi terhadap para praktisi dan peneliti teater. Di samping itu, di
sela-sela program juga diadakan kegiatan seni lainnya, seperti pameran foto,
poster, dan topeng serta pelatihan teater. Program Ordibehesht Teater-e Iran
itu diselenggarakan selama sebulan penuh di setiap propinsi di Iran sejak 21
April hingga 21 Mei.
Seni pementasan awalnya merupakan ragam seni yang mulanya digelar untuk
ritual keagamaan namun sesuai dengan perkembangan zaman, seni pementasan
akhirnya berubah menjadi salah satu medium untuk menampilkan kreatifitas seni
manusia. Bahkan bisa dibilang seni pementasan bisa dijadikan sebagai indikator
kemajuan budaya suatu bangsa.
Bisa dibilang teater merupakan salah satu ragam seni pementasan kuno
sekaligus baru. Di masa modern, selain sebagai pertunjukan seni, teater
merupakan media komunikasi langsung yang bisa dijadikan alat untuk menyebarluaskan
sebuah pemikiran ataupun menafikannya. Model teater seperti ini muncul semenjak
teater tak lagi menjadi bagian dari ritus keagamaan dan berubah menjadi pentas
untuk menampilkan beragam persoalan yang dihadapi umat manusia.
Meski seni pementasan di Iran memiliki jejak sejarah yang sangat tua,
namun teater moden baru muncul di era Revolusi Konstitusional. Landasan
pemikiran dan ideologi politik Revolusi Konstitusional telah dirintis sejak
awal abad ke-19, ketika hubungan antara Iran dan Barat terjalin begitu erat.
Kala itu, Iran didera krisis ekonomi, sosial, dan politik akibat pengaruh
tekanan negara-negara Barat. Karena itu, perkembangan seni dan kebudayaan di
Iran pun menemui bentuk baru dan sarat dengan cita rasa modern.
Di masa itu, tema-tema yang diusung teater Iran banyak berkisar pada
persoalan politik, sosial, moral dan sejarah. Terkadang bahasa yang digunakan
sarat dengan kandungan sastra yang terbilang berat untuk kalangan awam. Namun
sebagian besar bahasa teater di masa itu cukup populis.
Pada era Revolusi Konstitusional, banyak bermunculan pula
kelompok-kelompok teater. Kelompok-kelompok tersebut bukan hanya muncul di
Tehran, tetapi juga di kota-kota besar lainnya seperti Tabriz, Rasht, Mashad,
dan Isfahan.
Teater Iran di masa itu terbilang memiliki andil besar dalam
meningkatkan taraf pengetahuan politik masyarakatnya. Apalagi sebagian besar
tema yang dipentaskan banyak menceritakan isu-isu sosial dan politik.
Menariknya lagi, masyarakat minoritas keagamaan di Iran seperti penganut Kristen
Ortodok Armenia dan Zoroaster juga ikut mendirikan kelompok-kelompok teater.
Bisa dibilang, teater Iran di zaman itu telah menjadi media pergerakan sosial
dan politik.
Di era rezim Pahlevi, gaya kebarat-baratan sangat mendominasi
perkembangan teater di Iran. Hal itu terjadi lantaran kebijakan sosial-politik
rezim Iran di saat itu berkiblat pada Barat. Namun menjelang Revolusi Islam,
model teater Iran yang kebarat-baratan tersebut banyak mendapat kritikan dari
para seniman dan intelektual revolusioner. Perlahan gelombang kritikan tersebut
berubah menjadi sebuah gerakan tersendiri yang muncul di kalangan para praktisi
teater Iran. Gerakan tersebut menyuarakan untuk kembali pada nilai-nilai
tradisional Iran dan estetika Islam serta membebaskan teater Iran dari pengaruh
destruktif budaya Barat.
Dengan munculnya kemenangan Revolusi Islam pada tahun 1979, seni teater
di Iran juga mengalami perubahan revolusioner. Semangat dan tema-tema yang
diusung pun disesuaikan dengan tuntutan revolusioner rakyat. Dan lagi-lagi
teater menjadi pentas untuk menampilkan perjuangan rakyat dan sangat dekat
dengan isu-isu sehari-hari yang dihadapi masyarakat.
Pasca kemenangan Revolusi Islam, Perang Irak-Iran meletus. Tentu saja,
tema besar yang ditampilkan teater Iran di saat itu tak jauh dari tema-tema
seputar perjuangan rakyat menentang agresi rezim Baath Irak yang sangat kental
dengan semangat patriotisme dan jihad membela tanah air.
Salah satu, karakter utama dunia teater Iran pasca Revolusi Islam adalah
munculnya banyak penulis muda yang kreatif sehingga mampu bersaing dengan
karya-karya asing. Munculnya banyak praktisi teater dari kalangan generasi muda
ini menunjukkan bahwa perkembangan teater di Iran masih terus berkembang
dinamis. Singkat kata, teater Iran pasca Revolusi Islam telah menjadi wahana
pencerahan untuk meningkatkan taraf kebudayaan masyarakat Iran berdasarkan
nilai-nilai kearifan lokal dan Islam. (IRIB)
No comments:
Post a Comment