PENGERTIAN APRESIASI...
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris apreciation, yang berasal dari kata kerja to Apreciate,
yang menurut kamus Oxford berarti to judge value of; understand or
enjoy fully in the right way; dan menurut kamus webstern adalah to
estimate the quality of to estimate rightly tobe sensitevely aware of.
Jadi secara umum me-apresiasi adalah mengerti serta menyadari
sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya.
Dalam
kaitannya dengan kesenian, apresiasi berarti kegiatan meng-artikan dan
menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif
terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu menikmati dan
menilai karya tersebut secara semestinya. Dalam apresiasi, seorang
penghayat sebenarnya sedang mencari pengalaman estetis. Sehingga
motivasi utama yang muncul dari diri penghayat seni adalah motivasi
untuk mencari pengalaman estetis.
Pengalaman
estetis menurut Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau
kepuasan intuitif. Sedangkan Yakob Sumardjo menjelaskan pengalaman seni
adalah keterlibatan aktif dengan kesadaran yang melibatkan
kecendekiaan, emosi, indera dan intuisi manusia dengan lingkungan (benda
seni) (2000, 161). Dalam proses pengalaman estetis unsur perasaan dan
intuisi lebih menonjol dibandingkan nalar; itulah sebabnya maka dalam
proses tersebut penghayat seni seolah kehilangan jati dirinya karena
seluruh kehidupan perasaannya larut ke dalam obyek seni, dan inilah yang
disebut dengan empati.
Proyeksi perasaan tersebut bersifat subyektif dan sekaligus obyektif. Artinya subyektif karena penghayat menemukan kepuasan atau kesenangan dari obyek seninya dan obyektif karena proyeksi perasaan itu berdasarkan nilai-nilai yang melekat pada benda seni tersebut. Kualitas seni yang ada dalam karya tersebut mengalirkan pengalaman secara dinamis dan akhirnya mendatangkan kepuasan. Kualitas suatu karya biasanya muncul karena adanya pola yang jelas yang terjalin pada unsur/elemen seni sehingga membentuk sebuah struktur. Dalam seni rupa struktur tersebut ada pada rasa unity, balance, harmony, rythm, proportion, point of interest, contrast dan discord.
Proyeksi perasaan tersebut bersifat subyektif dan sekaligus obyektif. Artinya subyektif karena penghayat menemukan kepuasan atau kesenangan dari obyek seninya dan obyektif karena proyeksi perasaan itu berdasarkan nilai-nilai yang melekat pada benda seni tersebut. Kualitas seni yang ada dalam karya tersebut mengalirkan pengalaman secara dinamis dan akhirnya mendatangkan kepuasan. Kualitas suatu karya biasanya muncul karena adanya pola yang jelas yang terjalin pada unsur/elemen seni sehingga membentuk sebuah struktur. Dalam seni rupa struktur tersebut ada pada rasa unity, balance, harmony, rythm, proportion, point of interest, contrast dan discord.
Seorang
apresian dalam melakukan penghayatan dan penilaian terhadap sebuah
karya tidak bisa dilepaskan dari persoalan persepsi yang muncul ketika
berhadapan dengan karya tersebut.
Persepsi
Pada
dasarnya persepsi muncul karena ada kesadaran terhadap lingkungan dan
melalui sebuah proses mental terjadilah interaksi antar obyek
penginderaan dan makna, sehingga dengan demikian kemunculan persepsi
seseorang terhadap sebuah obyek dipengaruhi oleh banyak faktor.
Manusia
mempersepsi stimulus yang diamati berdasarkan struktur pengetahuan atau
skema yang ada pada dirinya. Skema yang dimaksud adalah organisasi dan
intelegensi pengetahuan yang digunakan untuk menginterpretasikan masukan
yang datang. Skema setiap orang berbeda sesuai dengan pengetahuan dan
pengalaman masing masing.Jadi persepsi adalah kesadaran kita atas dunia
sekitar berdasarkan informasi yang datang lewat pengenderaan, atau
sering juga disebut sebagai kenyataan faktual kelengkapan manusia.
Ada
tiga jenis persepsi yang digunakan orang dalam menilai benda benda
artefak budaya yaitu persepsi praktis, persepsi analitis dan persepsi
apresiatf (Stephen C Pepper, 1976: 7) di mana penggunaan masing masing
jenis persepsi tersebut berbanding lurus dengan tujuan dan pola berpikir
seseorang dalam memaknai obyek.
Presepsi
praktis adalah kesadaran intelegensi dan respon psikologis yang
diarahkan ke peroalan persoalan praktis. Dalam hal ini repon yang
diberikan terhadap rangsangan dilihat dari aspek relasi-fungsional.
Obyek /stimulan ditanggapi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan akir.
Persepsi
analitis adalah persepsi yang memandang stimulator sebagai instrumen
untuk mendapat kualifikasi relasional baik di antara obyek lain maupun
kualifikasi atas bagian per bagian dari benda itu sendiri atas dasar
proses sebab-akibat; atau memasukkan setiap bagiannya ke dalam unsur
yang dapat dikorelasikan dan diformulasikan ke dalam rumusan tertentu.
Sedangkan
persepsi apresiatif adalah suatu usaha memandang stimulan sebagai media
untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan sehingga di
peroleh pengalaman estetis atas obyek yang diamati.
Situasi
sosial tempat stimulus itu berada akan mempengaruhi indra dalam
mempersepsi stimulus tersebut, selain itu persepsi pengamat terhadap
obyek yang sama dapat berubah karena obyek ditempatkan pada lingkungan
sosial yang berbeda. Faktor faktor yang mempengaruhi persepsi individu
adalah : 1) pengalaman belajar (2) harapan (3) motif atau kebutuhan dan
(4) kepribadian.
Dari
paparan pendapat di atas tentang persepsi tampaklah bahwa sebagian
besar faktor yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi adalah kualitas
pribadi pengamat dan bukan kualitas obyek. Apapun kualitas obyek
maknanya sangat tergantung pada kualitas pribadi pengamat. Makna yang
merupakan pola dalam rangka pembentukan persepsi diperlukan untuk
menyeleksi dan memahami lingkungan serta untuk mengembangkan bahasa dan
proses berpikir. Dalam kaitannya dengan seni, istilah bahasa bisa
diartikan adalah ungkapan hasil proses perasaan dan pikiran melalui
elemen dan strukturnya untuk menyampaikan pesan..
Dalam kaitannya dengan apresiasi terhadap karya seni, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi apresiasi seseorang ,yaitu;
· Kemauan dan minat,
· Sikap terbuka,
· Kebiasaan,
· Peka atau sensitif
· Kondisi mental.
Kemauan dan minat diperlukan untuk menikmati karya; sebab tanpa kemauan dan minat apresiasi tidak akan berhasil
Sikap
terbuka diperlukan untuk menghindari sikap apriori terhadap suatu
karya. Hanya karya yang disenangi yang dianggap baik, yang lain tidak.
Seorang
penghayat benda seni perlu membiasakan diri menghadapi karya secara
intensif agar memiliki perbendaharaan rupa, gerak dan bunyi yang memadai
dan selalu bertambah dan meningkat, yang muaranya adalah muncul
kepekaan terhadap segala gejala rupa, gerak dan suara/ bunyi. yang ada
di sekitarnya baik secara partial maupun secara kolaboratif.
Kepekaan
menangkap gejala unsur seni dengan segala perubahannya merupakan suatu
tuntutan, karena kepekaan seseorang akan membantu menelusuri sumber
kreasi dan sumber estetik suatu karya.sehingga dengan demikian akan
memperlancar menangkap makna yang tersirat dari yang tersurat sebuah
karya.
Kondisi
mental dalam rangka apresiasi adalah, intensitas seseorang dalam
melakukan penghayatan. Kurangnya intensitas karena adanya gangguan
psikhis akan menyebabkan apresiasi tidak maksimal. Ada beberapa
mekanisme psikologis yang menyebabkan timbulnya perubahan penilaian atau
evaluation mutation, yaitu
· conditioning,
· habituation dan
· fatique.
Menurut Stepen C Pepper (1976) conditoning dapat terwujud dalam 4 variasi, yaitu
· the means-to-end mutations, perubahan
nilai yang terjadi pada suatu bendatanpa mengkaitkan dengan benda lain
yang semula berhubungan. Misalnya pipa rokok disenangi karena bentuknya,
tidak ada hubungan lagi dengan rokok atau tembakau.
· the mechanized habit mutation,perubahan
penilaian karena adanya mekanisme kebiasaan.Misalnya, anak diajak
menonton pergelaran tari secara kontinyu maka lama kelamaan anak akan
menyenagi tarian terebut. Kunci dari perubahan penilaian ini adalah
kontinyuitas dan mekanisme yang jelas.
· symbolic meaning,
penilaian yang terjadi karena pemberian makna terhadap tanda atau
simbol yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, warna-putih akan
di maknai Indonesia, bentuk bintang dan strip akan di maknai Amerika.
· type.
Penilaian yang didasarkan pada pengolonggan ciri-ciri tertentu yang
melekat pada objek. Misalnya, dinilai perempuan karena berambut panjang,
memakai rok, bergaya gemulai, dan sebagainya.
Perubahan
penilaian yang terjadi pada conditioning dengan segala variantnya ini
bersifat sementara, sedangkan berubahan yang terjadi pada Habituation/ kebiasaan bersifat long term.
Sementara itu ada dua jenis Fatique yang terjadi pada manusia yaitu
· sensory fatique, adalah kelelahan yang disebabkan oleh kelelahan inderawi
· attentive fatique.
adalah kelelahan perhatian/ kejenuhan terhadap sesuatu yang berlangsung
sangat lama, sehingga konsentrasi sudah tidak stabil lagi.
Apresiasi dan Komunikasi Seni.
Sudah
seringkali kita dengar pernyataan atau kita baca, bahwa salah satu
fungsi seni adalah sebagai ekspresi seseorang. Bahkan ungkapan seni
adalah jiwa ketok, yang dilontarkan oleh S Sudjojono menjadi sangat
terkenal di antara seniman dan pendidik seni di Indonesia.
Walaupun
sesungguhnya persoalan ekspresi adalah lebih pada persoalan psychologis
dari pada persoalan benda seni itu sendiri, akan tetapi karena
mengamati karya seni tidaklah sekedar melihat visual form, tetapi kadang kita berusaha melihat adanya bentuk di balik bentuk, maka persoalan ekspresi ini menjadi penting dan menarik
Saat ini istilah ekspresi lebih sering diartikan sebagai behavioral manifestations of the human personality. Manifestasi perilaku dari kepribadian manusia atau kadang kadang ekspresi didiskripsikan sebagai perceiving with imagination. Kalau yang pertama ditekankan pada pelakunya, sedangkan yang kedua ditekankan pada penerima, pengamatnya.
Dalam
kaitannya dengan seni sebagai ekspresi Suzanne K Langer menyatakan:
bahwa, .karya seni adalah suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi
persepsi kita lewat sensa ataupun pencitraan/imajinasi, dan apa yang
diekspresikan adalah perasaan insani. Namun demikian suatu konsepsi
kehidupan, emosi dan kenyataan batiniah yang diekspresikan lewat karya
seni pengekspresiannya tidak boleh instinktif dan stereotip. Artinya
bahwa perlu jalan yang panjang, perlu pertimbangan yang penuh kesadaran
tertentu untuk dapat mengekspresikan perasaan insaninya dengan tepat,
sehingga ekspresi itu tidak jatuh menjadi tanda ataupun sekedar cerita
tentang perasaan yang diulang-ulang, sehingga dengan demikian ekspresi
rasa dalam karya seni bukanlah semata mata hal yang symptomatic
Misalnya, orang yang sedang betul betul dilanda kesedihan, karya seninya
tidak akan mengekspresikan kesedihan itu. Baru, setelah gejala sedih
itu mengendap dan mengkristal, kemudian dituangkan dalam karya, karya
tersebut akan menyiratkan kesedihannya.
Karya
seni menghadirkan perasaan untuk direnungkanan oleh penghayat sehinga
karya itu dapat dilihat dan didengar atau dengan berbagai cara
penerimaan melalui simbol bukan melalui kesimpulan gejala. Oleh karena
itu, suatu bentuk yang ekspresif adalah suatu bentuk yang dapat dipahami
dan dibayangkan secara menyeluruh maksud yang dikandungnya, ataupun
juga kualitas seluruh aspek yang ada di dalamnya, sehingga bisa
menggambarkan secara menyeluruh dalam beberapa hal yang berbeda yang
dipunyai elemen-elemen tersebut dalam berbagai hubungan analoginya.
Karena
setiap karya seni tidak tumbuh dari sesuatu kekosongan, melainkan
tumbuh diantara dan dari perjalanan sejarah serta dalam suatu konteks
sosial budaya, maka sebenarnya sebuah karya seni merupakan rekaman
peristiwa yang dikomunikasikan oleh seniman kepada pembaca (penonton,
pendengar). Oleh karena itu struktur karya seni baru dapat dipahami
sepenuhnya bila kita melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang
kehihudapan.
Jadi
jelaslah bahwa selain fungsinya sebagai sarana untuk mengekspresikan
segala sesuatu yang tak tampak tapi ada dalam diri manusia, karya seni
sebagai simbol juga berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi.
Karya Seni dan Simbol
Manusia
berfikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan ungkapan yang
simbolis. Manusia tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia
secara langsung kecuali melalui berbagai simbol dan simbol ini mempunyai
unsur pembebasan dan perluasan pemandangan. Artinya, sebuah ide jika
sudah dinyatakan dengan menggunakan simbol maka ide itu menjadi sesuatu
yang multi interpretable. Bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos
yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan tentang sesuatu hal
pada seseorang. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS
Poerwadarminta disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda atau
lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal
atau mengandung maksud tertentu. (Poerwadarminta, 1976 272)
Selain animal symbolicus manusia juga merupakan homo creator,
artinya bahwa manusia adalah mahluk yang selalu berkreasi. Untuk
menuangkan kreasinya manusia harus selalu berkarya. Hal itu karena
selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, alam sekeliling ini tidak ada
arti apapun bila tidak ada karya dan sentuhan kreasi manusia.
Menurut
Soren Kierkegaard, salah seorang filsuf existensialis, mengatakan
bahwa hidup manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan
religius Dengan kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia dan
sekitarnya yang mengagumkan. Kemudian dia menuangkannya kembali rasa
kekaguman tersebut dalam karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia
mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan
manusiawi, yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat
dipertanggung jawabkan kepada sesama. Dan akhirnya, manusia semakin
sadar bahwa hidup mesti mempunyai tujuan. Segala tindakan kemudian
dipertanggung jawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam
perjalan sejarah umat manusia, telah terbukti bahwa lukisan sebagai
kreasi manusia tidaklah berdiri sendiri. Dia adalah simbol dari
sejumlah gagasan, ide, imajinasi, atas responnya terhadap alam sekitar
yang diolah dari hidup perasaannya. Dan sebetulnya dalam berkarya
seorang seniman tidak saja bekerja sebagai abdi alam sekitarnya akan
tetapi dia juga mencari makna dirinya sendiri agar apa yang telah
dipilih dan kemudian dilakukan mempunyai arti yang dapat dipertanggung
jawabkan kepada sesamannya maupun kepada yang lebih tinggi, sebab
tatkala manusia melahirkan batin pada benda benda alamiah
disekelilingnya, maka batinnya semakin terbuka.
Elemen-elemen
rupa yang memang ada karena keberadaannya sendiri, dengan segala gejala
visualnya, dan dalam kondisi nirmana, mempunyai potensi untuk menjadi
simbol dan kemudian berarti dan bermakna.Rupa sebagai media seni baru
akan dapat bermakna bila disusun dalam satu kesatuan struktur, dan
struktur sebuah karya seni baru dapat kita pahami sepenuhnya bila kita
melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang. Dan hanya manusialah yang berhadapan dengan sebuah karya seni dapat memberikan arti itu.
Sudah
barang tentu dalam pemberian arti itupun, manusia tidak berdiri bebas
dan sewenang-wenang tetapi selalu dalam arus sejarah dan lingkungan
masyarakatnya. Cara dia menerima dan menyambut sebuah karya turut
menentukan arti dan makna kehadiran karya tersebut.
4. Karya Seni Sebagai Bahasa
Bahasa
adalah alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia, tanpa ada
alat untuk berkomunikasi maka interaksi antar manusia itu tidak akan
pernah terjadi. Dalam kaitan dengan alat komunikasi maka istilah bahasa
dapat berujud bahasa tulis/lisan, bahasa isyarat, misalnya bunyi peluit,
morse; bahasa gerak tubuh, misalnya gerak tangan polisi pengatur
lalulintas, tarian atau bahasa bentuk, misalnya gambar, termasuk di
dalamnya adalah lukisan.
Bahasa sebagai alat komunikasi bersifat umum dan universal. Bila sifat itu dilihat dari fungsinya maka bahasa berfungsi sebagai:
· Untuk tujuan praktis, yaitu komunikasi antar manusia.
· Untuk
tujuan artistik, yaitu ketika manusia mengolah bahasa guna
mengungkapkan kebenaran intuitif. Intuisi adalah suatu jenis kebenaran
yang hanya dapat ditangkap lewat perasaan dan penghayatan, lewat
sejumlah gambaran kongkret inderawi atau biasa disebut imajinasi.
· Untuk tujuan filologis, yakni tatkala kita mempelajari naskah, kuno, latar belakang sejarah, kebudayaan dan lain-lain.
· Untuk menjadi kunci dalam mempelajari pengetahuan lainnya (Gorys Keraf, 1976: 14).
Jika
proses ekspresi seni dianggap sebagai sebuah peristiwa komunikasi, maka
karya seni rupapun dapat dianggap sebagai bahasa, sehingga setiap
elemen rupa dan rekayasa sturkturnya yang ada dalam sebuah karya rupa
adalah identik dengan kata dan gramatika. Lukisan sebagai bahasa
simbolis memang menciptakan situasi yang simbolis, artinya penuh tanda
tanya tentang hal-hal yang diungkap maksud dan arti yang dikandung
dalam simbolnya. Dalam situasi simbolis maka sebuah lukisan bukan
bermaksud menerangkan atau menguraikan sesuatu. Sebab sesuatu yang
simbolis bila diterangkan atau diberi penjelasan mendetail akan
berkurang atau bahkan kehilangan daya simbolisnya.
Namun
ada kalanya bahasa rupa tidak digunakan dalam maknanya yang simbolis,
tetapi memang untuk menjelaskan gejala-gejala visual yang sangat nyata,
bilamana diterangkan secara verbal maupun dengan bahasa yang lain akan
tidak efektif atau bahkan memungkinkan mengalami pendistorsian maksud
/makna.
Jadi,
dapatlah disimpulkan bahwa, karya seni sebagai bahasa memiliki 2(dua)
potensi, yaitu potensi sebagai bahasa simbolik dan potensi sebagai
bahasa rupa, gerak dan suara secara denotatif. Dalam rangka
mengkomunikasikan gagasannya, potensi mana yang dipilih oleh seniman
untuk dimasukkan dalam karyanya sangatlah tergantung pada tujuan
komunikasinya. Ketika muncul kesadaran bahwa eksistensi kita menjadi
lebih berarti bila kita berkomunikasi dengan lingkungan, maka saat
itulah kita memerlukan alat komunikasi; dan alat tersebut bernama
bahasa.
Dalam
artian yang luas, bahasa tidaklah sekedar ucapan, tetapi lebih pada
sifatnya yang simbolik. Dan dalam kaitannya yang simbolik tersebut
bahasa dapat berupa gerak, bunyi, warna, garis dan pendek kata segala
hal yang dapat dipersepsi oleh manusia lewat indera dan telah memberikan
dampak psikhologis, kemudian ditafsirkan arti dan maknanya. Itulah saya
lebih setuju bahwa karya seni adalah sebuah re interpretasi dari
interpretasi kultural. Karya seni adalah tafsir dari tafsir, sehingga
kehadirannya bukanlah dari kekosongan belaka, bukan suatu perbuatan yang
asal-asalan.
Seni dan Komunikasi..
Wujud
sebuah karya seni pada dasarnya adalah representasi pengalaman
pengalaman estetis seorang seniman ketika dia mencoba mencari jawaban
atas apa yang ada dibalik gejala yang ditangkap oleh inderanya . Oleh
karena itu dalam melihat sebuah karya seni masalah bentuk dan isi karya
adalah masalah yang saling berkait. Bentuk adalah segala hal yang
membicarakan faktor intrinsik karya, mulai unsur, struktur, simbol,
metafora dan lain sebagainya. Sedangkan persoalan isi mempertanyakan
nilai kognitif-informatif, nilai emosi-intuisi, nilai gagasan, dan nilai
nilai hidup manusia.
Ada
dua pendapat tentang keberadan nilai dalam sebuah karya seni. Ada yang
bependapat bahwa nilai seni sebuah karya terletak pada benda dan
senimannya; Namun dapat pula pencarian hakekat seni dilakukan dari aspek
penerima seni; Artinya nilai sebuah karya seni tidak terletak pada
bendanya atau penciptanya, akan tetapi kepada penerimanya. Kalau dilihat
dari kaca mata komunikasi maka bukan komunikator dan media yang membuat
sebuah pesan itu berarti dan bermanfaat akan tetapi adalah interpretasi
komunikanlah yang menjadikan pesan itu bermakna.
.
Dalam komunikasi seni ada tiga unsur utama yang terlibat sacara saling terkait yaitu, seniman, benda seni dan publik seni. Bersatunya unsur unsur komunikasi seni ini dalam satu peristiwa seni akan melahirkan apa yang dinamakan pengalaman seni.
Benda
seni yang diciptakan seniman akan diterima nilai nilainya oleh publik
seni dalam konteks sosio budayanya. Dan bila yang ideal ini betul betul
terjadi maka komunikasi seni akan berjalan secara sehat; Namun dalam
kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian. Dalam masyarakat yang
terbuka terhadap informasi nilai, persoalan komunikasi seni ini tidak
lagi mudah terjalin sebab adakalanya nilai seni yang diterima dan
dipahami senimannya tidaklah selalu sama, bahkan berbeda jauh dengan
nilai seni yang diterima dan dipahami masyarakat atau publik seni,
Sehingga mudah sekali terjadi kesalah penafsiran terhadap pesan.
Pertama, sebenarnya tidak ada karya seni yang rumit dan buntu. Karya
seni yang sejati, sebagaimana lembaga kebenaran yang lain, selalu jujur,
jelas, dan transparan, sebab yang ingin dicapai adalah kebenaran.
Struktur jiwa manusia, dalam hal perasaan, intuisi, bawah sadar dan
berpikir, sama saja dari dulu hingga sekarang.
Apa yang dirasakan dan dipikirkan manusia dimanapun sama. Hanya cara mengungkapkannya itulah yang berbeda beda; Terutama dalam aspek intrinsik struktur seninya. Dan penguasaan struktur inilah yang menjadi bagian vital yang harus dikuasai oleh seorang seniman dalam berkarya. Tanpa penguasaan struktur sulit bagi seniman untuk mengolah dan mengungkapkan perasaan, pikiran serta pengalamannya menjadi sebuah informasi yang akan ditransmisikan pada publik seni (komunikan). Demikian juga publik seni, tanpa mengerti, memahami ,menghayati struktur keindahan akan sulit menangkap maksud seniman lewat media yang dimiliki dan diolah.
Apa yang dirasakan dan dipikirkan manusia dimanapun sama. Hanya cara mengungkapkannya itulah yang berbeda beda; Terutama dalam aspek intrinsik struktur seninya. Dan penguasaan struktur inilah yang menjadi bagian vital yang harus dikuasai oleh seorang seniman dalam berkarya. Tanpa penguasaan struktur sulit bagi seniman untuk mengolah dan mengungkapkan perasaan, pikiran serta pengalamannya menjadi sebuah informasi yang akan ditransmisikan pada publik seni (komunikan). Demikian juga publik seni, tanpa mengerti, memahami ,menghayati struktur keindahan akan sulit menangkap maksud seniman lewat media yang dimiliki dan diolah.
Kedua,
seperti telah disinggung di atas bahwa kemunculan karya seni tidaklah
bebas dari konteks nilai, baik nilai sosial , ideologi, politik maupun
struktur sosial dan sebagainya atau sering disebut nilai ekstrinsik.
Pemahaman terhadap konteks nilai inilah untuk Indonesia menjadi salah
satu sumber masalah kesenjangan informasi yang mengakibatkan terjadinya
gap dalam berkomunikasi. Di satu fihak seniman yang berlatar belakang
pendidikan seni secara formal, dimana pengetahuan dan nilai nilai yang
dipelajari mengacu pada nilai nilai yang non Indonesia, sementara di
fihak lain nilai nilai modern yang ada dalam masyarakat belum
menampakkan wujud bentuknya yang jelas dan nilai nilai lama sudah tak
jelas pula.
Untuk
membangun sebuah komunikasi, orang perlu memahami elemen elemen dasar
yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Untuk itulah di bawah ini akan
dibicarakan tentang elemen –elemen dasar tentang komunikasi visual.
Kapanpun
bila sesuatu itu didisain, digambar (termasuk difoto), dilukis, diskets
dibangun, dan dipatungkan bahan dasar dari karya tersebut adalah elemen
visual. Pengertian elemen visual hendaknya jangan dicampur adukkan
dengan pengertian media atau bahan atau material yang digunakan. Yang
dimaksud media /bahan/material dalam seni rupa adalah misalnya kayu,
kertas, cat, tanah liat atau film. Sedangkan elemen visual adalah
substansi dasar dari apa yang kita lihat dan tidak tunggal. Titik,
garis, bidang, warna, teksture, dimensi, skala dan gerak adalah
substansi dasar tersebut.
Elemen-elemen
visual tersebut merupakan bahan mentah seluruh informasi visual dalam
pilihan pilihan selektif dan kombinasi di antara elemen tersebut..
Struktur kerja visual adalah kekuatan yang menentukan elemen visual
mana yang disajikan dan dengan tekanan apa.
Untuk
lebih memahami peranan elemen visual sebagai media informasi,
barangkali kita dapat membuat analogi dengan elemen verbal. Sebuah kata
adalah terdiri dari serangkaian huruf. Dalam sistem alphabet latin huruf
tersebut terdiri dari 26 jenis, mulai huruf A higga Z. Rangkaian huruf
ini tidak akan bermakna informatif apapun bila kita tidak melakukan
pemilihan yang selektif dari keduapuluh enam huruf tersebut yang
kemudian digabung menjadi satu untuk mewakili apa ( pikiran, perasaan)
yang akan kita informasikan kepada fihak lain.
Yang
berbeda antara informasi verbal dengan informasi visual adalah bahwa
informasi verbal bertujuan untuk diketahui sedangkan informasi visual
tujuannya adalah untuk dikenali ( to be recognized). Itulah
sebabnya maka informasi verbal bersifat naratif sedangkan informasi
visual tidak harus naratif., sehingga dalam mengamati sebuah gambar atau
patung seorang komunikan mempunyai kemerdekaan menafsirkan sendiri
seluruh informasi yang terangkum dalam sebuah karya sesuai dengan
kemampuannya.
Banyak
hal yang kita tahu tentang interaksi dan efek dari persepsi orang
dalam mengenali dan memahami informasi visual seperti yang dilakukan
dalam penelitian dan percobaan psykhologi Gestalt..Pada intinya
tesis gestalt ini menyatakan bahwa memahami informasi sensoris
(inderawi) harus bersifat total, menyeluruh dan bukan dengan pendekatan
analitis.
Untuk
mendapatkan makna yang lebih baik dari sebuah gambar hendaknya kita
tinggalkan elemen tadi meskipun elemen tersebut menjadi unsur pokoknya
dan kemudian mengamati suluruh bangunan elemen untuk menangkap pesan
yang muncul dalam bentuk tanggapan emosi komunikan. Respon emosi inilah
yang menjadi effek dari komunikasi visual, yang pada gilirannya akan
bermuara pada kemungkinan bertambahnya kesadaran baru tentang sesuatu
bertambahnya wawasan, pengetahuan, kekayaan batin dan pengalaman
estetis.
Jadi
dari aspek kultural, komunikasi visual yang dilakukan seniman dengan
karyanya merupakan komunkasi yang pendekatannya bisa merupakan
penggabungan model transmition view of communication dan ritual view of communication.
Artinya, adakalanya seorang seniman dalam berkarya hanya menyodorkan
gagasannya saja dan tidak memperdulikan respon pengamat namun
adakalanya pula seorang seniman dalam berkarya memang melakukan dan
mengharapkan sharing, menimbulkan kebersamaan dengan pengamat.
Yang disebut pertama biasanya dilakukan oleh seniman yang menitik
beratkan karyanya pada nilai bentuk, sedang yang kedua, dilakukan oleh
seniman yang cenderung menekankan nilai isi lebih penting dari bentuk
suatu karya. Bagi penulis sendiri kedua duanya sama penting . Bentuk
yang signifikan akan mempermudah memahamkan isi/makna yang terkandung
dalam sebuah bentuk
DEFINISI APRESIASI...
Apresiasi bolehlah didefinisikan sebagai kajian mengenai pelukis-pelukis atau pandai
tukang mengenai hasil-hasil seni mereka, faktor yang mempengaruhi mereka, cara
mereka bekerja, bagaimana mereka memilih tema dan ‘subject matter’ serta gaya dan
stail mereka .Semua ini berkait rapat dengan aspek pemahaman mereka dari aspek-
aspek kognitif. Ianya juga sebagai satu penghargaan terhadap penilaian
dan perasaan terhadap sesuatu hasil seni itu. Ia boleh dikatakan sebagai
pembentukan sikap, minat dan
kebolehan membuat pilihan dan ini berkait rapat dengan aspek-aspek afektif.
Menurut Smith (1966), apresiasi seni ini memerlukan
“logical operation such as defining, valuing and explaining”
Pendidikan seni harus dilihat dalam skop yang lebih luas. Umumya, para pendidik seni
beranggapan Pendidikan Seni di sekolah bukan sekadar meningkatkan kemahiran dan
teknik menghasilkan karya seni sahaja.
Menurut Chapman (1978)
“if treatart ifit were only a matter of learning acts an mastering technique, we deny its value and character”
Kebanyakan pendidik seni percaya bahawa melalui apresiasi karya seni, pelajar-
pelajar dapat memahami adat, tradisi dan nilai sesuatu masyarakat.
Macfee (1961) menegaskan bahawa
“…every culture, differences in value and belief are expressed through language an art
forms such as dress, architecture an decoration…”
Apresiasi seni melibatkan sepenuhnya deria rasa/sentuh dan deria pandang. Karya
seni seperti catan, lukisan, cetakan dipandang sementara acra dan binaan disentuh.
Apresiasi seni secara aktif melibatkan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain apa yang difikirkan dan dirasakan. Dalam konteks ini pengetahuan
mengenai seni serta perbendaharaan kata yang cukup mengenai seni yang diperlukan.
OBJEKTIF APRESIASI
a) Memahami dan bertindak terhadap aspek seni
b) Mengetahui pentingnya nilai seni dalam kehidupan
c) Menghasilkan karya (produk seni)
d) Memahami seni dan hubungannya
e) Membuat dan menggunakan pertimbangan estetik dan kualiti karya seni
TUJUAN APRESIASI DAN KRITIKAN SENI
Apresiasi seni membolehkan pelajar memahami aspek-aspek nilai estetika, pengertian
unsur-unsur seni dan nilai-nilai sosio budaya yang terkandung dalam hasil seni dan
kraf. Ianya juga dapat menghubungkaitkan diri dan hasil sendiri dengan
hasil-hasil lain berdasarkan persepsi visual.Begitu juga dengan aktiviti
apresiasi seni, kita dapat melihat perhubungan antara kerja
sendiri dengan kerja-kerja orang lain di mana kita dapat membentuk keyakinan dan
kefahaman penghargaan terhadap bidang seni
Pendekatan apresiasi dan kritikan seni:
Mengikut John A. Michael dalam bukunya “art and adolescence” ada dua pendekatan
dalam apresiasi seni iaitu:
a) Pendekatan secara logik
b) Pendekatan secara psiklogi
PENDEKATAN SECARA LOGIK
Pendekatan ini adalah berbentuk tradisional dan memerlukan pemahaman intelek
semata-mata dan banyak berfaktakan kepada aspek andaian dan munasabah pada
yang melihat sesuatu karya seni tersebut:
Cadangan aktiviti pendekatan secara logik:
Secara penerangan - Membaca, mengkaji, bila dihasilkan,
tujuan/teknik pelukis, media, proses, nilai-
nilai estetika dan pengaruh
Secara pemerhatian - Balai seni, pameran, filem, slaid,
mengumpul dan menyusun gambar-
gambar
Secara perbandingan - Analisa, penilaian, perbandingan antara
satu dengan yang lain serta menimbulkan
kesedaran
Secara penghasilan - Membuat mengikut gaya artis/stail,menimbulkan
kefahaman masalah nilai- nilai khas, kepuasan, menghubungkan diri
dengan pelukis/pandai tukang gaya
konsep dan zaman.
PENDEKATAN SECARA PSIKOLOGI
Pendekatan ini merangkumi perkara-perkara yang lebih menjurus kepada perasaan
peribadi, lebih bersifat emosi dan perasaan dalaman kepada penghasilan dan
penghayatan sesuati karya seni.
Pendekatan ini akan dapat meninggalkan satu pengalaman yang amat berkesan dan
mendalam. Secara ini akan lebih realistik dan dapat menerima ‘response’ dan pendapat
orang lain. Kesan tindakbalas akan lebih terserlah terhadap bahan serta alat yang
digunakan.
Cadangan aktiviti pendekatan secara psikologi:
1. Secara perbincangan dan perbandingan
2. Secara proses inkuiri penemuan (discovery)
3. Secara kritikan mengenai lukisan/hasil kerja seni
4. Secara menyediakansetting/set induksi
5. Secara membesarkan gambar
6. Secara mengolah bahan-bahan sebenar
7. Secara aktiviti permainan seni
8. Secara lawatan/pameran
9. Secara koleksi buku-buku skrap dan lakaran
KAEDAH MELIHAT SENI
Kaedah-kaedah melihat seni terdiri daripada kaedah:
a) Hedonistic
b) Kontekstualistik
c) Organistik
d) Normistik
e) Elektik
a. KAEDAH HEDONISTIC
Kaedah ini hanya satu luahann perasaan secara spontan seperti kesukaan, pernyataan
perasaan, gemar, menarik dan benci.
Penilaian dibuat secara serta merta iaitu:
• Suka/tidak
• Tertarik/tidak
• Pernyataan spontan
Kaedah ini tidak sealiran dengan isme pengkritik dan ahli psikologi menyatakan kaedah
ini tidak diterjemahkan oleh otak (pemikiran) Cuma berdasarkan maklumat kendiri.
Ianya tidak dapat di ukur bilangan sebenar dan terdapat pelgabai citarasa.
b. KAEDAH KONTEKSTUALISTIK
Kaedah ini lebih praktikat di mana pemerhatian dibuat secara lebih ilmiah, sistematik
dan kefahaman serta kejelasan. Ianya berkait dengan pengetahuan sejarah, falsafah
dan prinsip rekaan.Lebih rujuk kepada perincian/spesifikasi dari aspek
persoalan fahaman, rentak pengkaryaan, interaksi pemerhati, konsepsi,
hujah dan penilai karya.
Ianya akan menyediakan pengetahuan mantap dalam pengamata karya, kefahaman
konsep, kepelbagaian bandingan dan seni akan menjadi suatu pendekatan yang
menarik oleh pemerhati.
c. KAEDAH ORGANISTIK
Kaedah ini menjurus kepada aturan yang mempunyai satu sistem yang teratur dan
terancang. Penilaian dibuat serata melihat konteks seni secara harmoni, menentuh
intuisi dan menyenangkan. Penekanan kriteria kapada aspek tata letak, tata atur, ruang
dan penataan cahaya.
Ini akan dapat membentuk kesatuan cara melihat sesuatu karya dari segi warna,
jalinan, unsur-unsur seni , imbangan, perulangan, kesinambungan serta kepelbagaian.
d. KAEDAH NORMISTIK
Kaedah ini merujuk kepada kriteria dan norma sesuatu karya dari aspek nilai
masyarakat, agama dan budaya. Ia seakan-akan ada kaitan dengan pendekatan diri
kepada Allah, rasa takwa, tidak ada unsure sensasi. Cntohnya lukisan agama Kristian
yang berkaitan unsur ikonografi, naratif dan nilai-nilai akhlak.
Kaedah ini menolak peradaban moden di mana pelukis telah melampaui batas yang
dibenar dalam budaya dan agama.
e. KAEDAH ELEKTIK
Kaedah ini lebih berbentuk cara bersepadu dan holistic, ianya aalah gabungan persepsi
penilai seni tentang tanggapan positif dan negatif. kriteria penilai menekankan unsur
asas prinsip, struktur organisasi dan alat dan bahan.
Kaedah ini untuk pemerhatian secara rawak, tidak menjurus kepada aspek
kronologinya. Wajaran hanya secara baik, sederhana dan kurang baik.
PROSES APRESIASI SENI
Terdapat berbagai cadangan oleh beberapa pakar pendidikan seni mengenai proses
apresiasi. Feldman (1967) dan smith (1967) mencadangkan
aktiviti-aktiviti apresiasi seni berasaskan kepada proses persepsi dan
intelektual melalui empat tahap:
a) Menggambarkan
b) Menganalisa
c) Tafsiran
d) Penilaian
A. MENGGAMBARKAN
Mengamati hasil seni dan menggambarkab sifat-sifat tampak seperti warna, garisan,
bentuk, rupa, jalinan dan elemen-elemen gubahan iaitu prinsip dan struktur
B. MENGANALISA
i. Menganalisa perhubungan sifat-sifat tampak seperti unsure-unsur seni, prinsip
dan stuktur
ii. Menganalisa kualiti ekspresif seperti mood dan suasana
iii. Menghauraikan stail sesuatu karya
C. TAFSIRAN
i. Mencari makna-makna yang tedapat pada sifat-sifat tampak seperti subjek,
symbol, unsure-unsur seni, prinsip, strktur, corak dan bahan
ii. Mencari metafora-metafora (ibarat/kiasan) an analogi-analogi (persamaan) untuk
menjelaskan makna tersebut.
D. PENILAIAN
i. Membuat penilaian berdasarkan kepada criteria yang bersesuaian seperti
keaslian, gubahan, teknik dan fungsi
ii. Menilai hasil seni berdasarkan kepada pengertiannya dari segi individu, social,
keaagamaan dan kepercayaan, sejarah serta keseniaannya.
sumber; http://setyahermawan.blogspot.com
sumber; http://setyahermawan.blogspot.com
No comments:
Post a Comment