Sunday, November 4, 2012

APRESIASI SENI

PENGERTIAN APRESIASI...
Secara leksikografis, kata apresiasi berasal dari bahasa Inggris apreciation, yang berasal dari kata kerja to Apreciate, yang menurut kamus Oxford  berarti to judge value of; understand or enjoy fully in the right way; dan menurut kamus webstern adalah to estimate the  quality of to estimate rightly tobe sensitevely aware of. Jadi secara umum me-apresiasi adalah mengerti serta menyadari sepenuhnya, sehingga mampu menilai secara semestinya.
Dalam kaitannya dengan kesenian, apresiasi berarti kegiatan meng-artikan dan menyadari sepenuhnya seluk beluk karya seni serta menjadi sensitif terhadap gejala estetis dan artistik sehingga mampu menikmati dan menilai karya tersebut secara semestinya. Dalam apresiasi, seorang penghayat sebenarnya sedang mencari pengalaman estetis. Sehingga motivasi utama yang muncul dari diri penghayat seni adalah motivasi untuk mencari pengalaman estetis. 
Pengalaman estetis menurut  Albert R. Candler adalah kepuasan kontemplatif atau kepuasan intuitif. Sedangkan Yakob Sumardjo menjelaskan  pengalaman seni adalah keterlibatan aktif dengan kesadaran yang melibatkan kecendekiaan, emosi, indera dan intuisi manusia dengan lingkungan (benda seni) (2000, 161). Dalam proses pengalaman estetis unsur perasaan dan intuisi lebih menonjol dibandingkan  nalar; itulah sebabnya maka dalam proses tersebut penghayat seni seolah kehilangan jati dirinya karena seluruh kehidupan perasaannya larut ke dalam obyek seni, dan inilah yang disebut dengan empati.


Proyeksi perasaan tersebut bersifat subyektif dan sekaligus obyektif. Artinya subyektif karena penghayat menemukan kepuasan atau kesenangan dari obyek seninya dan obyektif  karena proyeksi perasaan itu berdasarkan nilai-nilai yang melekat pada benda seni tersebut. Kualitas seni yang ada dalam karya tersebut mengalirkan pengalaman secara dinamis dan akhirnya mendatangkan kepuasan. Kualitas suatu karya biasanya muncul karena adanya pola yang jelas yang  terjalin pada unsur/elemen seni sehingga membentuk sebuah struktur. Dalam seni rupa struktur tersebut ada pada rasa unity, balance, harmony, rythm, proportion, point of interest, contrast dan discord.
Seorang apresian dalam melakukan penghayatan dan penilaian terhadap sebuah karya tidak bisa dilepaskan dari persoalan persepsi yang muncul ketika berhadapan dengan karya tersebut.
Persepsi
Pada dasarnya persepsi muncul karena ada kesadaran terhadap lingkungan dan melalui sebuah proses mental terjadilah interaksi antar obyek penginderaan dan makna, sehingga dengan demikian kemunculan persepsi seseorang terhadap sebuah obyek dipengaruhi oleh banyak faktor.
Manusia mempersepsi stimulus yang diamati berdasarkan struktur pengetahuan atau skema yang ada pada dirinya. Skema yang dimaksud adalah organisasi dan intelegensi pengetahuan yang digunakan untuk menginterpretasikan masukan yang datang. Skema setiap orang berbeda sesuai dengan pengetahuan dan pengalaman masing masing.Jadi persepsi adalah kesadaran kita atas dunia  sekitar berdasarkan informasi yang datang lewat pengenderaan, atau sering juga disebut sebagai kenyataan faktual kelengkapan manusia.
Ada tiga jenis persepsi  yang digunakan orang dalam menilai benda benda artefak budaya yaitu persepsi praktis, persepsi analitis dan persepsi apresiatf (Stephen C Pepper, 1976: 7) di mana penggunaan masing masing jenis persepsi tersebut berbanding lurus dengan tujuan dan pola berpikir seseorang dalam memaknai obyek.
Presepsi praktis adalah kesadaran intelegensi dan respon psikologis yang diarahkan ke peroalan persoalan praktis. Dalam hal ini repon yang diberikan terhadap rangsangan dilihat dari aspek relasi-fungsional. Obyek /stimulan ditanggapi sebagai instrumen untuk mencapai tujuan akir.
Persepsi analitis adalah persepsi yang memandang stimulator sebagai instrumen untuk mendapat kualifikasi relasional baik di antara obyek lain maupun kualifikasi atas bagian per bagian dari benda itu sendiri atas dasar proses sebab-akibat; atau memasukkan setiap bagiannya ke dalam unsur yang dapat dikorelasikan dan diformulasikan ke dalam rumusan tertentu.
Sedangkan persepsi apresiatif adalah suatu usaha memandang stimulan sebagai media untuk memperoleh pengalaman yang menyenangkan dan memuaskan sehingga di peroleh pengalaman estetis atas obyek yang diamati.
Situasi sosial tempat stimulus itu berada akan mempengaruhi indra dalam mempersepsi stimulus tersebut, selain itu persepsi pengamat terhadap obyek yang sama dapat berubah karena obyek ditempatkan pada lingkungan sosial yang berbeda. Faktor faktor yang mempengaruhi persepsi individu adalah : 1) pengalaman belajar (2) harapan  (3) motif atau kebutuhan dan (4) kepribadian.
Dari paparan pendapat di atas tentang persepsi tampaklah bahwa sebagian besar faktor yang berpengaruh dalam pembentukan persepsi adalah kualitas pribadi pengamat dan bukan kualitas obyek. Apapun kualitas obyek maknanya sangat tergantung pada kualitas pribadi pengamat. Makna yang merupakan pola dalam rangka pembentukan persepsi diperlukan untuk menyeleksi dan memahami lingkungan serta untuk mengembangkan bahasa dan proses berpikir. Dalam kaitannya dengan seni, istilah bahasa bisa diartikan adalah ungkapan hasil proses perasaan dan pikiran melalui elemen dan strukturnya untuk menyampaikan pesan..
    Dalam kaitannya dengan apresiasi terhadap karya seni, ada sejumlah faktor yang mempengaruhi apresiasi seseorang ,yaitu;
·        Kemauan dan minat,
·        Sikap terbuka,
·        Kebiasaan,
·        Peka atau sensitif
·        Kondisi mental.
Kemauan dan minat diperlukan untuk menikmati karya; sebab tanpa kemauan dan minat apresiasi tidak akan berhasil
Sikap terbuka  diperlukan untuk menghindari sikap apriori terhadap suatu karya. Hanya karya yang disenangi yang dianggap baik, yang lain tidak.
Seorang penghayat benda seni perlu membiasakan diri menghadapi karya secara intensif agar memiliki perbendaharaan rupa, gerak dan bunyi yang memadai dan selalu bertambah dan meningkat, yang muaranya adalah muncul kepekaan terhadap segala gejala rupa, gerak dan suara/ bunyi.  yang ada di sekitarnya baik secara partial maupun secara kolaboratif.
Kepekaan menangkap gejala unsur seni dengan segala perubahannya merupakan suatu tuntutan, karena kepekaan seseorang akan membantu menelusuri sumber kreasi dan sumber estetik suatu karya.sehingga dengan demikian akan memperlancar menangkap makna yang tersirat dari yang tersurat sebuah karya.
Kondisi mental dalam rangka apresiasi adalah, intensitas seseorang dalam melakukan penghayatan. Kurangnya intensitas karena adanya gangguan psikhis akan menyebabkan apresiasi tidak maksimal. Ada beberapa mekanisme psikologis yang menyebabkan timbulnya perubahan penilaian atau evaluation mutation, yaitu
·        conditioning,
·        habituation dan
·        fatique.
Menurut Stepen C Pepper (1976) conditoning dapat terwujud dalam 4 variasi, yaitu
·        the means-to-end mutations, perubahan nilai yang terjadi pada suatu bendatanpa mengkaitkan dengan benda lain yang semula berhubungan. Misalnya pipa rokok disenangi karena bentuknya, tidak ada hubungan lagi dengan rokok atau tembakau.
·        the mechanized habit mutation,perubahan penilaian karena adanya mekanisme kebiasaan.Misalnya, anak diajak menonton pergelaran tari secara kontinyu maka lama kelamaan anak akan menyenagi tarian terebut. Kunci dari perubahan penilaian ini adalah kontinyuitas dan mekanisme yang jelas.
·        symbolic meaning, penilaian yang terjadi karena pemberian makna terhadap tanda atau simbol yang dilakukan secara terus menerus. Misalnya, warna-putih akan di maknai Indonesia, bentuk bintang dan strip akan di maknai Amerika.
·        type. Penilaian yang didasarkan pada pengolonggan ciri-ciri tertentu yang melekat pada objek. Misalnya, dinilai perempuan karena berambut panjang, memakai rok, bergaya gemulai, dan sebagainya.
Perubahan penilaian yang terjadi pada conditioning dengan segala variantnya ini bersifat sementara, sedangkan berubahan yang terjadi pada Habituation/ kebiasaan bersifat long term.
Sementara  itu ada dua jenis Fatique yang  terjadi pada manusia yaitu
·        sensory fatique, adalah kelelahan yang disebabkan oleh kelelahan inderawi
·        attentive fatique. adalah kelelahan perhatian/ kejenuhan terhadap sesuatu yang berlangsung sangat lama, sehingga konsentrasi sudah tidak stabil lagi.
         Apresiasi dan Komunikasi Seni.
Sudah seringkali kita dengar pernyataan atau kita baca, bahwa salah satu fungsi seni adalah sebagai ekspresi seseorang. Bahkan ungkapan seni adalah jiwa ketok, yang dilontarkan oleh S Sudjojono menjadi sangat terkenal di antara seniman dan pendidik seni di Indonesia.
Walaupun sesungguhnya persoalan ekspresi adalah lebih pada persoalan psychologis dari pada persoalan benda seni itu sendiri, akan tetapi karena mengamati karya seni tidaklah sekedar melihat visual form, tetapi kadang kita berusaha melihat  adanya bentuk di balik bentuk, maka persoalan ekspresi ini menjadi penting dan menarik
Saat ini istilah ekspresi lebih sering diartikan sebagai behavioral manifestations of the human personality. Manifestasi perilaku dari kepribadian manusia atau kadang kadang ekspresi didiskripsikan sebagai perceiving with imagination. Kalau yang pertama ditekankan pada pelakunya, sedangkan yang kedua ditekankan pada penerima, pengamatnya.
Dalam kaitannya dengan seni sebagai ekspresi Suzanne K Langer menyatakan: bahwa, .karya seni adalah  suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi persepsi kita lewat sensa ataupun pencitraan/imajinasi, dan apa yang diekspresikan adalah perasaan insani. Namun demikian suatu konsepsi kehidupan, emosi dan kenyataan batiniah yang diekspresikan lewat karya seni pengekspresiannya tidak boleh instinktif dan stereotip. Artinya bahwa perlu jalan yang panjang, perlu pertimbangan yang penuh kesadaran tertentu untuk dapat mengekspresikan perasaan insaninya dengan tepat, sehingga ekspresi itu tidak jatuh menjadi tanda ataupun sekedar cerita tentang perasaan yang diulang-ulang, sehingga dengan demikian ekspresi rasa dalam karya seni bukanlah semata mata hal yang symptomatic Misalnya, orang yang sedang betul betul dilanda kesedihan, karya seninya tidak akan mengekspresikan kesedihan itu. Baru, setelah gejala sedih itu mengendap dan mengkristal, kemudian dituangkan dalam karya, karya tersebut akan menyiratkan kesedihannya. 
Karya seni menghadirkan perasaan untuk direnungkanan oleh penghayat sehinga karya itu dapat dilihat dan didengar atau dengan berbagai cara penerimaan melalui simbol bukan melalui kesimpulan gejala. Oleh karena itu, suatu bentuk yang ekspresif adalah suatu bentuk yang dapat dipahami dan dibayangkan secara menyeluruh maksud yang dikandungnya, ataupun  juga kualitas seluruh aspek yang ada di dalamnya, sehingga bisa menggambarkan secara menyeluruh dalam beberapa hal yang berbeda yang dipunyai elemen-elemen tersebut dalam berbagai hubungan analoginya.
Karena setiap karya seni tidak tumbuh dari sesuatu kekosongan, melainkan tumbuh diantara dan dari perjalanan sejarah serta dalam suatu konteks sosial budaya, maka sebenarnya sebuah karya seni merupakan rekaman peristiwa yang dikomunikasikan  oleh seniman kepada pembaca  (penonton, pendengar). Oleh karena itu struktur karya seni baru dapat dipahami sepenuhnya bila kita melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang kehihudapan. 
Jadi jelaslah bahwa selain fungsinya sebagai sarana untuk mengekspresikan segala sesuatu yang tak tampak tapi ada dalam diri manusia, karya seni sebagai simbol juga berfungsi sebagai media untuk berkomunikasi.
Karya Seni dan Simbol
Manusia berfikir, berperasaan dan bersikap dengan ungkapan ungkapan yang simbolis. Manusia tidak pernah melihat, menemukan dan mengenal dunia secara langsung kecuali melalui berbagai simbol dan simbol ini mempunyai unsur  pembebasan dan perluasan pemandangan. Artinya, sebuah ide jika sudah dinyatakan dengan menggunakan simbol maka ide itu menjadi sesuatu yang multi interpretable. Bisa ditafsirkan dengan berbagai makna.
Kata simbol berasal dari bahasa Yunani symbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan tentang sesuatu hal pada seseorang. Dalam kamus Umum Bahasa Indonesia karya WJS Poerwadarminta disebutkan, simbol atau lambang adalah semacam tanda atau lukisan, perkataan, lencana, dan sebagainya yang menyatakan sesuatu hal atau mengandung maksud tertentu. (Poerwadarminta, 1976 272)
Selain animal symbolicus manusia juga merupakan homo creator, artinya bahwa manusia adalah mahluk yang selalu berkreasi. Untuk menuangkan kreasinya manusia harus selalu berkarya. Hal itu karena selain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, alam sekeliling ini tidak ada arti apapun bila tidak ada karya dan sentuhan kreasi manusia.
Menurut Soren Kierkegaard, salah seorang filsuf existensialis, mengatakan bahwa  hidup manusia mengalami tiga tingkatan, yaitu estetis, etis dan religius Dengan kehidupan estetis manusia mampu menangkap dunia dan sekitarnya yang mengagumkan. Kemudian dia menuangkannya kembali rasa kekaguman tersebut dalam karya seni. Dalam tingkatan etis, manusia mencoba meningkatkan kehidupan estetisnya dalam bentuk tindakan manusiawi, yaitu bertindak bebas dan mengambil keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan kepada sesama. Dan akhirnya, manusia semakin sadar bahwa hidup mesti mempunyai tujuan. Segala tindakan kemudian dipertanggung jawabkan kepada yang lebih tinggi, Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam  perjalan sejarah umat manusia, telah terbukti bahwa lukisan sebagai  kreasi manusia  tidaklah berdiri sendiri. Dia adalah simbol dari sejumlah gagasan, ide, imajinasi, atas responnya terhadap alam sekitar yang diolah dari hidup perasaannya. Dan sebetulnya dalam berkarya seorang seniman tidak saja bekerja sebagai abdi alam sekitarnya akan tetapi dia juga mencari makna dirinya sendiri agar apa yang telah dipilih dan kemudian dilakukan mempunyai arti yang dapat dipertanggung jawabkan kepada sesamannya maupun kepada yang lebih tinggi, sebab tatkala manusia melahirkan batin pada benda benda alamiah disekelilingnya, maka batinnya semakin terbuka.
Elemen-elemen rupa yang memang ada karena keberadaannya sendiri, dengan segala gejala visualnya, dan dalam kondisi nirmana, mempunyai potensi untuk menjadi simbol dan kemudian berarti dan bermakna.Rupa sebagai media seni baru akan dapat bermakna bila disusun dalam satu kesatuan struktur, dan struktur sebuah karya seni baru dapat kita pahami sepenuhnya bila kita melihat karya itu sebagai suatu tanda atau lambang. Dan hanya manusialah yang berhadapan dengan sebuah karya seni dapat memberikan arti itu.
Sudah barang tentu dalam pemberian arti itupun, manusia tidak berdiri bebas dan sewenang-wenang tetapi selalu dalam arus sejarah dan lingkungan masyarakatnya. Cara dia menerima dan menyambut sebuah karya turut menentukan arti dan makna kehadiran karya tersebut.
4. Karya Seni Sebagai Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi atau alat penghubung antar manusia, tanpa ada alat untuk berkomunikasi maka interaksi antar manusia itu tidak akan pernah terjadi. Dalam kaitan dengan alat komunikasi maka istilah bahasa dapat berujud bahasa tulis/lisan, bahasa isyarat, misalnya bunyi peluit, morse; bahasa gerak tubuh, misalnya gerak tangan polisi pengatur lalulintas, tarian atau bahasa bentuk, misalnya gambar, termasuk di dalamnya adalah lukisan.
Bahasa sebagai alat komunikasi bersifat umum dan universal. Bila sifat itu dilihat dari fungsinya maka bahasa berfungsi sebagai:
·              Untuk tujuan praktis, yaitu komunikasi antar manusia.
·              Untuk tujuan artistik, yaitu ketika manusia mengolah bahasa guna mengungkapkan kebenaran intuitif.  Intuisi adalah suatu jenis kebenaran yang hanya dapat ditangkap lewat perasaan dan penghayatan, lewat sejumlah gambaran kongkret inderawi atau biasa disebut imajinasi.
·              Untuk tujuan filologis, yakni tatkala kita mempelajari naskah, kuno, latar belakang sejarah, kebudayaan dan lain-lain.
·              Untuk menjadi kunci dalam mempelajari pengetahuan lainnya (Gorys Keraf, 1976: 14).
Jika proses ekspresi seni dianggap sebagai sebuah peristiwa komunikasi, maka karya seni rupapun dapat dianggap sebagai bahasa, sehingga setiap elemen rupa dan rekayasa sturkturnya yang ada dalam sebuah karya rupa  adalah identik dengan kata dan gramatika. Lukisan sebagai bahasa simbolis memang menciptakan  situasi yang simbolis, artinya  penuh tanda tanya tentang hal-hal yang diungkap maksud dan arti  yang dikandung dalam simbolnya.  Dalam situasi simbolis maka sebuah lukisan bukan bermaksud menerangkan atau menguraikan sesuatu. Sebab sesuatu yang simbolis bila diterangkan atau diberi penjelasan mendetail akan berkurang atau bahkan kehilangan daya simbolisnya.
Namun ada kalanya bahasa rupa tidak digunakan dalam maknanya yang simbolis, tetapi memang untuk menjelaskan gejala-gejala visual yang sangat nyata, bilamana diterangkan secara verbal maupun dengan bahasa yang lain akan tidak efektif atau bahkan memungkinkan mengalami pendistorsian maksud /makna.
Jadi, dapatlah disimpulkan bahwa, karya seni sebagai bahasa memiliki 2(dua) potensi, yaitu potensi sebagai bahasa simbolik dan potensi sebagai bahasa rupa, gerak dan suara secara denotatif. Dalam rangka mengkomunikasikan gagasannya, potensi mana yang dipilih oleh seniman untuk dimasukkan dalam karyanya sangatlah tergantung pada tujuan komunikasinya. Ketika muncul kesadaran bahwa eksistensi kita menjadi lebih berarti bila kita berkomunikasi dengan lingkungan, maka saat itulah kita memerlukan alat komunikasi; dan alat tersebut bernama bahasa.
Dalam artian yang luas, bahasa tidaklah sekedar ucapan, tetapi lebih pada sifatnya yang simbolik. Dan dalam kaitannya yang simbolik tersebut bahasa dapat berupa gerak, bunyi, warna, garis dan pendek kata segala hal yang dapat dipersepsi oleh manusia lewat indera dan telah memberikan dampak psikhologis, kemudian ditafsirkan arti dan maknanya. Itulah saya lebih setuju bahwa karya seni adalah sebuah re interpretasi dari interpretasi kultural. Karya seni adalah tafsir dari tafsir, sehingga kehadirannya bukanlah dari kekosongan belaka, bukan suatu perbuatan yang asal-asalan.
Seni dan Komunikasi..
Wujud sebuah karya seni pada dasarnya adalah representasi pengalaman pengalaman estetis seorang seniman ketika dia mencoba mencari jawaban atas apa yang ada dibalik gejala yang ditangkap oleh inderanya . Oleh karena itu  dalam melihat sebuah karya seni masalah bentuk dan isi karya adalah masalah yang saling berkait. Bentuk adalah segala hal yang membicarakan faktor intrinsik karya, mulai unsur, struktur, simbol, metafora dan lain sebagainya. Sedangkan persoalan isi mempertanyakan nilai kognitif-informatif, nilai emosi-intuisi, nilai gagasan, dan nilai nilai hidup manusia.
Ada dua pendapat tentang keberadan nilai dalam sebuah karya seni. Ada yang bependapat bahwa nilai seni sebuah karya terletak pada benda dan senimannya; Namun dapat pula pencarian hakekat seni dilakukan dari aspek penerima seni; Artinya nilai sebuah karya seni tidak terletak pada bendanya atau penciptanya, akan tetapi kepada penerimanya. Kalau dilihat dari kaca mata komunikasi maka bukan komunikator dan media yang membuat sebuah pesan itu berarti dan bermanfaat akan tetapi adalah interpretasi komunikanlah yang menjadikan  pesan itu bermakna.
.
Dalam komunikasi seni ada tiga unsur utama yang terlibat sacara saling terkait yaitu, seniman, benda seni dan  publik seni. Bersatunya unsur unsur komunikasi seni ini dalam satu peristiwa seni akan melahirkan  apa yang dinamakan pengalaman seni.
Benda seni yang diciptakan seniman akan diterima nilai nilainya oleh publik seni dalam konteks sosio budayanya. Dan bila yang ideal ini betul betul terjadi maka komunikasi seni akan berjalan secara sehat; Namun dalam kenyataan di lapangan tidaklah selalu demikian. Dalam masyarakat yang terbuka terhadap informasi nilai, persoalan komunikasi seni ini tidak lagi mudah terjalin sebab adakalanya nilai seni yang diterima dan dipahami senimannya tidaklah selalu sama, bahkan berbeda jauh dengan nilai seni yang diterima dan dipahami masyarakat atau publik seni, Sehingga mudah sekali terjadi kesalah penafsiran terhadap pesan.  Pertama, sebenarnya tidak ada karya seni yang rumit dan buntu. Karya seni yang sejati, sebagaimana lembaga kebenaran yang lain, selalu jujur, jelas, dan transparan, sebab yang ingin dicapai adalah kebenaran. Struktur jiwa manusia, dalam hal perasaan, intuisi, bawah sadar dan berpikir, sama saja dari dulu hingga sekarang.

Apa yang dirasakan dan dipikirkan manusia dimanapun sama. Hanya cara mengungkapkannya itulah yang berbeda beda; Terutama dalam aspek intrinsik struktur seninya. Dan penguasaan struktur inilah yang menjadi bagian vital yang harus dikuasai oleh seorang seniman dalam berkarya. Tanpa penguasaan struktur sulit bagi seniman untuk mengolah dan  mengungkapkan perasaan, pikiran serta pengalamannya menjadi sebuah informasi yang akan ditransmisikan pada publik seni (komunikan). Demikian juga publik seni, tanpa mengerti, memahami ,menghayati struktur keindahan akan sulit menangkap maksud seniman lewat media yang dimiliki dan diolah.
Kedua, seperti telah disinggung di atas bahwa kemunculan karya seni tidaklah bebas dari konteks nilai, baik nilai sosial , ideologi, politik  maupun struktur sosial dan sebagainya atau sering disebut nilai ekstrinsik. Pemahaman terhadap konteks nilai inilah untuk Indonesia menjadi salah satu sumber masalah kesenjangan informasi yang mengakibatkan  terjadinya gap dalam berkomunikasi. Di satu fihak seniman yang berlatar belakang pendidikan seni secara formal, dimana pengetahuan dan nilai nilai yang dipelajari mengacu pada nilai nilai yang non Indonesia, sementara di fihak lain nilai nilai modern yang ada dalam masyarakat belum menampakkan wujud bentuknya yang jelas dan nilai nilai lama sudah tak jelas pula.
Untuk membangun sebuah komunikasi, orang perlu memahami elemen elemen dasar yang digunakan dalam menyampaikan pesan. Untuk itulah di bawah ini akan dibicarakan tentang elemen –elemen dasar tentang komunikasi visual.
Kapanpun bila sesuatu itu didisain, digambar (termasuk difoto), dilukis, diskets dibangun, dan dipatungkan bahan dasar dari karya tersebut adalah elemen visual. Pengertian elemen visual hendaknya jangan dicampur adukkan dengan pengertian media atau bahan atau material yang digunakan. Yang dimaksud media /bahan/material dalam seni rupa adalah  misalnya kayu, kertas, cat, tanah liat atau film. Sedangkan elemen visual adalah substansi dasar dari apa yang kita lihat dan tidak tunggal. Titik, garis, bidang, warna, teksture, dimensi, skala dan gerak adalah substansi dasar tersebut.
Elemen-elemen visual tersebut  merupakan bahan mentah seluruh informasi visual dalam pilihan pilihan selektif dan kombinasi di antara elemen tersebut.. Struktur kerja visual adalah kekuatan yang menentukan elemen  visual mana yang disajikan dan dengan tekanan apa.
Untuk lebih memahami peranan elemen visual sebagai media informasi, barangkali kita dapat membuat analogi dengan elemen verbal. Sebuah kata adalah terdiri dari serangkaian huruf. Dalam sistem alphabet latin huruf tersebut terdiri dari 26 jenis, mulai huruf A higga Z. Rangkaian huruf ini tidak akan bermakna informatif apapun bila kita tidak melakukan pemilihan yang selektif dari keduapuluh enam huruf tersebut yang kemudian digabung menjadi satu untuk mewakili apa ( pikiran, perasaan) yang akan kita informasikan kepada fihak lain.
Yang berbeda antara informasi verbal dengan informasi  visual adalah bahwa informasi verbal bertujuan untuk diketahui sedangkan informasi visual tujuannya adalah untuk dikenali ( to be recognized). Itulah sebabnya maka informasi verbal bersifat naratif sedangkan informasi visual tidak harus naratif., sehingga dalam mengamati sebuah gambar atau patung seorang komunikan mempunyai kemerdekaan menafsirkan sendiri seluruh informasi yang terangkum dalam sebuah karya sesuai dengan kemampuannya.
Banyak hal yang kita tahu tentang interaksi dan efek dari persepsi orang dalam  mengenali dan memahami  informasi visual seperti yang dilakukan dalam penelitian dan percobaan  psykhologi Gestalt..Pada intinya tesis gestalt ini menyatakan bahwa memahami informasi sensoris (inderawi) harus bersifat total, menyeluruh dan bukan dengan pendekatan analitis.
Untuk mendapatkan makna yang lebih baik dari sebuah gambar hendaknya kita tinggalkan  elemen tadi meskipun elemen tersebut menjadi unsur pokoknya dan kemudian mengamati suluruh bangunan  elemen untuk menangkap pesan yang muncul dalam bentuk tanggapan emosi komunikan. Respon emosi inilah yang menjadi effek dari komunikasi visual,  yang pada gilirannya akan bermuara pada kemungkinan bertambahnya kesadaran baru tentang sesuatu  bertambahnya wawasan, pengetahuan, kekayaan batin dan pengalaman estetis.
Jadi dari aspek kultural, komunikasi visual yang dilakukan seniman dengan karyanya  merupakan komunkasi yang pendekatannya bisa merupakan penggabungan model transmition view of communication dan ritual view of communication. Artinya, adakalanya seorang seniman dalam berkarya hanya menyodorkan gagasannya saja dan tidak memperdulikan respon  pengamat namun adakalanya pula seorang seniman dalam berkarya memang melakukan dan mengharapkan sharing, menimbulkan kebersamaan dengan pengamat. Yang disebut pertama biasanya dilakukan oleh seniman yang menitik beratkan karyanya pada nilai bentuk, sedang yang kedua, dilakukan oleh seniman yang cenderung menekankan nilai isi lebih penting dari bentuk  suatu karya. Bagi penulis sendiri kedua duanya sama penting . Bentuk yang signifikan akan mempermudah memahamkan isi/makna yang terkandung dalam sebuah bentuk

DEFINISI APRESIASI...
Apresiasi bolehlah didefinisikan sebagai kajian mengenai pelukis-pelukis atau pandai
tukang mengenai hasil-hasil seni mereka, faktor yang mempengaruhi mereka, cara
mereka bekerja, bagaimana mereka memilih tema dan ‘subject matter’ serta gaya dan
stail mereka .Semua ini berkait rapat dengan aspek pemahaman mereka dari aspek-
aspek kognitif. Ianya juga sebagai satu penghargaan terhadap penilaian dan perasaan terhadap sesuatu hasil seni itu. Ia boleh dikatakan sebagai pembentukan sikap, minat dan
kebolehan membuat pilihan dan ini berkait rapat dengan aspek-aspek afektif.
Menurut Smith (1966), apresiasi seni ini memerlukan
“logical operation such as defining, valuing and explaining”
Pendidikan seni harus dilihat dalam skop yang lebih luas. Umumya, para pendidik seni
beranggapan Pendidikan Seni di sekolah bukan sekadar meningkatkan kemahiran dan
teknik menghasilkan karya seni sahaja.
Menurut Chapman (1978)
“if treatart ifit were only a matter of learning acts an mastering technique, we deny its value and character”
Kebanyakan pendidik seni percaya bahawa melalui apresiasi karya seni, pelajar-
pelajar dapat memahami adat, tradisi dan nilai sesuatu masyarakat.
Macfee (1961) menegaskan bahawa
“…every culture, differences in value and belief are expressed through language an art
forms such as dress, architecture an decoration…”
Apresiasi seni melibatkan sepenuhnya deria rasa/sentuh dan deria pandang. Karya
seni seperti catan, lukisan, cetakan dipandang sementara acra dan binaan disentuh.
Apresiasi seni secara aktif melibatkan penggunaan bahasa untuk berkomunikasi
dengan orang lain apa yang difikirkan dan dirasakan. Dalam konteks ini pengetahuan
mengenai seni serta perbendaharaan kata yang cukup mengenai seni yang diperlukan.
OBJEKTIF APRESIASI
a) Memahami dan bertindak terhadap aspek seni
b) Mengetahui pentingnya nilai seni dalam kehidupan
c) Menghasilkan karya (produk seni)
d) Memahami seni dan hubungannya
e) Membuat dan menggunakan pertimbangan estetik dan kualiti karya seni
TUJUAN APRESIASI DAN KRITIKAN SENI
Apresiasi seni membolehkan pelajar memahami aspek-aspek nilai estetika, pengertian
unsur-unsur seni dan nilai-nilai sosio budaya yang terkandung dalam hasil seni dan
kraf. Ianya juga dapat menghubungkaitkan diri dan hasil sendiri dengan hasil-hasil lain berdasarkan persepsi visual.Begitu juga dengan aktiviti apresiasi seni, kita dapat melihat perhubungan antara kerja
sendiri dengan kerja-kerja orang lain di mana kita dapat membentuk keyakinan dan
kefahaman penghargaan terhadap bidang seni
Pendekatan apresiasi dan kritikan seni:
Mengikut John A. Michael dalam bukunya “art and adolescence” ada dua pendekatan
dalam apresiasi seni iaitu:
a) Pendekatan secara logik
b) Pendekatan secara psiklogi
PENDEKATAN SECARA LOGIK
Pendekatan ini adalah berbentuk tradisional dan memerlukan pemahaman intelek
semata-mata dan banyak berfaktakan kepada aspek andaian dan munasabah pada
yang melihat sesuatu karya seni tersebut:
Cadangan aktiviti pendekatan secara logik:
Secara penerangan - Membaca, mengkaji, bila dihasilkan,
tujuan/teknik pelukis, media, proses, nilai-
nilai estetika dan pengaruh
Secara pemerhatian - Balai seni, pameran, filem, slaid,
mengumpul dan menyusun gambar-
gambar
Secara perbandingan - Analisa, penilaian, perbandingan antara
satu dengan yang lain serta menimbulkan
kesedaran
Secara penghasilan - Membuat mengikut gaya artis/stail,menimbulkan kefahaman masalah nilai- nilai khas, kepuasan, menghubungkan diri
dengan pelukis/pandai tukang gaya
konsep dan zaman.
PENDEKATAN SECARA PSIKOLOGI
Pendekatan ini merangkumi perkara-perkara yang lebih menjurus kepada perasaan
peribadi, lebih bersifat emosi dan perasaan dalaman kepada penghasilan dan
penghayatan sesuati karya seni.
Pendekatan ini akan dapat meninggalkan satu pengalaman yang amat berkesan dan
mendalam. Secara ini akan lebih realistik dan dapat menerima ‘response’ dan pendapat
orang lain. Kesan tindakbalas akan lebih terserlah terhadap bahan serta alat yang
digunakan.
Cadangan aktiviti pendekatan secara psikologi:
1. Secara perbincangan dan perbandingan
2. Secara proses inkuiri penemuan (discovery)
3. Secara kritikan mengenai lukisan/hasil kerja seni
4. Secara menyediakansetting/set induksi
5. Secara membesarkan gambar
6. Secara mengolah bahan-bahan sebenar
7. Secara aktiviti permainan seni
8. Secara lawatan/pameran
9. Secara koleksi buku-buku skrap dan lakaran
KAEDAH MELIHAT SENI
Kaedah-kaedah melihat seni terdiri daripada kaedah:
a) Hedonistic
b) Kontekstualistik
c) Organistik
d) Normistik
e) Elektik
a. KAEDAH HEDONISTIC
Kaedah ini hanya satu luahann perasaan secara spontan seperti kesukaan, pernyataan
perasaan, gemar, menarik dan benci.
Penilaian dibuat secara serta merta iaitu:
• Suka/tidak
• Tertarik/tidak
• Pernyataan spontan
Kaedah ini tidak sealiran dengan isme pengkritik dan ahli psikologi menyatakan kaedah
ini tidak diterjemahkan oleh otak (pemikiran) Cuma berdasarkan maklumat kendiri.
Ianya tidak dapat di ukur bilangan sebenar dan terdapat pelgabai citarasa.
b. KAEDAH KONTEKSTUALISTIK
Kaedah ini lebih praktikat di mana pemerhatian dibuat secara lebih ilmiah, sistematik
dan kefahaman serta kejelasan. Ianya berkait dengan pengetahuan sejarah, falsafah
dan prinsip rekaan.Lebih rujuk kepada perincian/spesifikasi dari aspek persoalan fahaman, rentak pengkaryaan, interaksi pemerhati, konsepsi, hujah dan penilai karya.
Ianya akan menyediakan pengetahuan mantap dalam pengamata karya, kefahaman
konsep, kepelbagaian bandingan dan seni akan menjadi suatu pendekatan yang
menarik oleh pemerhati.
c. KAEDAH ORGANISTIK
Kaedah ini menjurus kepada aturan yang mempunyai satu sistem yang teratur dan
terancang. Penilaian dibuat serata melihat konteks seni secara harmoni, menentuh
intuisi dan menyenangkan. Penekanan kriteria kapada aspek tata letak, tata atur, ruang
dan penataan cahaya.
Ini akan dapat membentuk kesatuan cara melihat sesuatu karya dari segi warna,
jalinan, unsur-unsur seni , imbangan, perulangan, kesinambungan serta kepelbagaian.
d. KAEDAH NORMISTIK
Kaedah ini merujuk kepada kriteria dan norma sesuatu karya dari aspek nilai
masyarakat, agama dan budaya. Ia seakan-akan ada kaitan dengan pendekatan diri
kepada Allah, rasa takwa, tidak ada unsure sensasi. Cntohnya lukisan agama Kristian
yang berkaitan unsur ikonografi, naratif dan nilai-nilai akhlak.
Kaedah ini menolak peradaban moden di mana pelukis telah melampaui batas yang
dibenar dalam budaya dan agama.
e. KAEDAH ELEKTIK
Kaedah ini lebih berbentuk cara bersepadu dan holistic, ianya aalah gabungan persepsi
penilai seni tentang tanggapan positif dan negatif. kriteria penilai menekankan unsur
asas prinsip, struktur organisasi dan alat dan bahan.
Kaedah ini untuk pemerhatian secara rawak, tidak menjurus kepada aspek
kronologinya. Wajaran hanya secara baik, sederhana dan kurang baik.
PROSES APRESIASI SENI
Terdapat berbagai cadangan oleh beberapa pakar pendidikan seni mengenai proses
apresiasi. Feldman (1967) dan smith (1967) mencadangkan aktiviti-aktiviti apresiasi seni berasaskan kepada proses persepsi dan intelektual melalui empat tahap:
a) Menggambarkan
b) Menganalisa
c) Tafsiran
d) Penilaian
A. MENGGAMBARKAN
Mengamati hasil seni dan menggambarkab sifat-sifat tampak seperti warna, garisan,
bentuk, rupa, jalinan dan elemen-elemen gubahan iaitu prinsip dan struktur
B. MENGANALISA
i. Menganalisa perhubungan sifat-sifat tampak seperti unsure-unsur seni, prinsip
dan stuktur
ii. Menganalisa kualiti ekspresif seperti mood dan suasana
iii. Menghauraikan stail sesuatu karya
C. TAFSIRAN
i. Mencari makna-makna yang tedapat pada sifat-sifat tampak seperti subjek,
symbol, unsure-unsur seni, prinsip, strktur, corak dan bahan
ii. Mencari metafora-metafora (ibarat/kiasan) an analogi-analogi (persamaan) untuk
menjelaskan makna tersebut.
D. PENILAIAN
i. Membuat penilaian berdasarkan kepada criteria yang bersesuaian seperti
keaslian, gubahan, teknik dan fungsi
ii. Menilai hasil seni berdasarkan kepada pengertiannya dari segi individu, social,
keaagamaan dan kepercayaan, sejarah serta keseniaannya. 

sumber; http://setyahermawan.blogspot.com

Friday, November 2, 2012

SEJARAH SENI RUPA ABAD KE 17-19 DI EROPA

http://images.limasekawan54.multiply.com/image/6nlmN7f3k1wVbx37UyGQ3w/photos/1M/300x300/20/romantisme.jpg?et=%2Ci6LPV1o6JfTD%2CmTuR9CfA&nmid=0     Seni rupa dalam agama Katolik Roma
Seni rupa dalam agama Katolik Roma terdiri atas semua karya-karya visual yang dibuat sebagai usaha untuk menggambarkan, menunjang dan melukiskan dalam bentuk yang bisa dicerna oleh indera manusia. Hal ini termasuk karya ukir, lukisan, mosaik, karya logam, jahitan dan bahkan karya arsitektur. Kesenian Katolik telah memainkan sebuah peran yang penting di dalam sejarah dan perkembangan Kesenian Dunia Barat semenjak abad ke-4 Masehi. Tema utama dalam Kesenian Katolik adalah masa kehidupan Yesus Kristus, termasuk juga masa kehidupan murid-murid-Nya, para orang suci, dan peristiwa-peristiwa Perjanjian Lama dari kebudayaan Yahudi.
ü  Seni rupa Abad Pertengahan
Seni rupa Abad Pertengahan adalah kumpulan karya dan konsep seni rupa yang muncul sejak dimulainya abad pertengahan, dengan bersekutunya bangsa-bangsa Germania di bawah Raja Charmelagne hingga dimulainya masa renaisans.
Karya seni rupa pada zaman ini memiliki ciri khas, yaitu
o   Keterikatan atas otoritas gereja yang mendominasi pemerintahan
o   Struktur sosial masyarakat.
o   Ketaatan kepada gereja adalah mutlak. bahkan tak jarang gereja ikut campur tangan dalam menentukan isi karya yang akan dibuat.
Secara visual, karya seni rupa Abad Pertengahan terlihat datar, dengan pengolahan warna-warna primer dan pose yang agak kaku. Konsep perspektif pada masa ini sangat jarang ditemukan, atau kalau pun ada, hanya berupa pengolahan sederhana dengan banyak distorsi. Selain itu, tidak sulit menemukan material cat emas, emas, batuan berharga, dan gading sebagai bahan utama karya.
                Ukuran karya seni rupa pada masa ini kebanyakan besar. Tetapi, tidak seperti pada masa klasik Romawi, ukuran yang besar tidak dimaksudkan untuk hal monumental, tetapi lebih sebagai pengisi ruang arsitektur yang pada masa itu cenderung tinggi dan luas dan sebagai wujud kebesaran Tuhan.
Seni rupa Abad Pertengahan bisa diklasifikasikan atas dua masa, yaitu

§  Zaman Romanesque,
Kesenian Romanesko yang lama telah didahului oleh jaman Pra-Romanesko, berkembang di Eropa Barat dari sekitar tahun 1000 Masehi hingga lahirnya gaya Gothik. Bangunan gereja ditandai dengan peningkatan ukuran tinggi dan ukuran keseluruhan bangunan. Atas-atap yang berkubah ditunjang dengan tembok-tembok batu yang tebal, pilar-pilar raksasa dan lengkungan-lengkungan sempurna. Suasana dalamnya yang gelap diterangi dengan lukisan-lukisan dinding mengenai Yesus, Maria dan para orang suci yang seringkali dilukiskan berdasarkan model gaya Byzantium.
§  Gothic.
Pintu gerbang barat di Katedral Chartres (sekitar tahun 1145). Patung-patung arsitektur ini adalah diantara karya ukir pertama gaya Gothik dan merupakan sebuah revolusi dalam gaya dan model untuk sebuah generasi para pengukir.Kesenian Gothik lahir di Perancis di pertengahan abad ke-12. Basilika Saint-Denis yang dibangun oleh Biarawan Kepala Suger adalah bangunan besar pertama yang bergaya Gothik. Ordo-ordo biarawan yang baru, terutama para boarawan Cistercian dan Carthusian adalah para pembangun penting yang mengembangkan gaya-gaya yang berbeda yang kemudian mereka sebarkan di seluruh penjuru Eropa.

             Seni rupa Abad Pertengahan menyebar ke hampir seluruh wilayah Eropa. Terutama adalah Jerman, Italia, Perancis, Russia, Inggris, Normandia, Ottonia, dan Bizantium. Masing-masing kesenian dari daerah ini menyatu dan saling memberi pengaruh sehingga membentuk kesatuan seni rupa.


GAYA SENI RUPA YANG BERKEMBANG DI ABAD 17-19
Di antara gaya/aliran kesenian yang banyak berkembang di Eropa pada abad pertengahan; yaitu:
§  Kesenian Renaissans
Kata renaissance berasal dari bahasa Perancis yang berarti ‘’kelahiran kembali’’, Renaissans, yang dipengaruhi secara besar-besaran oleh  ketertarikan di bidang seni dan budaya antik klasik. Pada mulanya hal ini meneruskan gaya-gaya dari periode sebelumnya tanpa perubahan yang berarti, yaitu hanya menggunakan busana dan latar belakang arsitektur bergaya klasik yang ternyata semuanya sangat cocok untuk tema-tema Perjanjian Baru. Namun hilangnya intensitas kerohanian terlihat jelas di banyak lukisan-lukisan religius dari era Renaissans Awal - lukisan-lukisan dinding terkenal di dalam Kapel Tornabuoni oleh Domenico Ghirlandaio (1485-90) terlihat lebih tertarik penggambaran detil atas wajah-wajah kehidupan kota yang kaya raya dibandingkan dengan tema-tema utama mereka. Sementara itu lukisan-lukisan dinding di Kapel Magi oleh Benozzo Gozzoli (1459-61) lebih merupakan sebuah perayaan status keluarga Medici dibandingkan dengan tema Kehadiran Sang Magi. Kedua contoh ini (yang masih menggunakan busana kontemporer) berasal dari Florence, pusat era Renaissans Awal. Banyak seniman era Renaissans Awal, seperti Fra Angelico dan Botticelli adalah orang-orang yang sangat taat agama.
§  Mannerisme
              Mannerism adalah gaya seni rupa, terutama seni lukis, yang berkembang setelah peristiwa Sack of Rome pada tahun 1527 sesaat setelah munculnya masa High Renaissance.
              Mannerisme memperlihatkan sisi individual seniman, di samping juga pengaruh seni klasik Roma. Mannerisme digunakan untuk menjelaskan gaya seni pada rentang waktu 1530 sampai 1580 yang memperlihatkan lukisan-lukisan dengan proporsi tubuh seperti ditarik memanjang, beberapa deformasi bentuk, dan pose-pose janggal dengan tujuan menciptakan dramatisasi. Contoh karya seni rupa pada aliran ini adalah Lukisan Parmigianino Madonna with the Long Neck (1534-40).
§  Kesenian Barok
             Kesenian Barok, yang berkembang selama berpuluh-puluh tahun setelah Konsili Trento (walaupun apa pengaruh konsili ini terhadap gaya seni ini masihlah diperdebatkan), secara pasti memenuhi sebagian besar persyaratan yang dikeluarkan oleh konsili tersebut, terutama di dalam tahap-tahap awal yang lebih sederhana seperti karya-karya Carracci dan Caravaggio, walau keduanya tetap saja harus berhadapan dengan penentangan kaum rohaniwan atas gaya realismenya dalam penggambaran tokoh-tokoh suci. Tokoh-tokoh ini ditampilkan dengan cara yang langsung dan dramatis dengan sedikit kiasan yang sukar dimengerti. Kelompok tokoh-tokoh yang berpotensi untuk dilukis diperluas secara besar-besaran sejalan para seniman Barok sangat tertarik untuk menemukan episode-episode kitab suci dan peristiwa-peristiwa dramatis kehidupan para orang suci yang baru.
              Ketika aliran ini terus hidup di kesederhanaan abad ke-17 dan gaya realisme cenderung untuk berkurang (kecenderungan ini lebih perlahan terjadi di Spanyol dan Perancis), unsur dramanya tetap menonjol dengan hadirnya penggambaran saat-saat yang sangat menegangkan, pergerakan yang dramatis, pewarnaan dan pencahayaan chiaroscuro, juga menampilkan para malaikat (kerubim) yang sedang gelisah dan awan yang menggulung-gulung.  Arsitektur dan seni pahat juga bertujuan untuk mencapai pengaruh yang sama bagi yang melihatnya. Kesenian Barok menyebar ke dunia Eropa Katolik dan ke misi-misi seberang lautan di Benua Asia dan Amerika.

              Di abad ke-18, aliran Barok yang sekular berkembang menjadi gaya Rokoko yang lebih ringan namun tetap lebih flamboyan, sebuah gaya yang juga sulit untuk menyesuaikan diri pada tema-tema religius,. Di paruh terkahir abad ini terdapat semacam reaksi, terutama di bidang arsitektur, yang menentang aliran Barok, dan kembali pada bentuk-bentuk yang lebih klasik dasar dan Palladian.

              Pada saat ini laju produksi karya-karya seni produksi terlihat menurun. Setelah banyak terjadi pembangunan dan pembangunan ulang gereja di masa Barok, negara-negara Katolik terlihat jelas kelebihan dengan jumlah gereja dan biara, seperti yang terjadi di Naples, yang jumlahnya bukan main banyaknya. Pihak Gereja saat ini berperan hanya sebagai pelindung karya seni dan bukan lagi sebagai bangsawan dan aristokrat, dan permintaan masyarakat kelas menengah akan karya seni, terutama yang bertemakan sekular, bertambah dengan cepat.

§  Romantisisme
              Romantisisisme adalah sebuah gerakan seni, sastra dan intelektual yang berasal dari Eropa Barat abad ke-18 pada masa Revolusi Industri. Gerakan ini sebagian merupakan revolusi melawan norma-norma kebangsawanan, sosial dan politik dari periode Pencerahan dan reaksi terhadap rasionalisasi terhadap alam, dalam seni dan sastra. Gerakan ini menekankan emosi yang kuat sebagai sumber dari pengalaman estetika, memberikan tekanan baru terhadap emosi-emosi seperti rasa takut, ngeri, dan takjub yang dialami ketika seseorang menghadapi yang sublim dari alam.
               Gerakan ini mengangkat seni rakyat, alam dan kebiasaan, serta menganjurkan epistemologi yang didasarkan pada alam, termasuk aktivitas manusia yang dikondisikan oleh alam dalam bentuk bahasa, kebiasaan dan tradisi. Ia dipengaruhi oleh gagasan-gagasan pencerahan dan mengagungkan medievalisme serta unsur-unsur seni dan narasi yang dianggap berasal dari periode Pertengahan. Nama "romantik" sendiri berasal dari istilah "romans" yaitu narasi heroik prosa atau puitis yang berasal dari sastra Abad Pertengahan dan Romantik.
               Ideologi dan kejadian-kejadian sekitar Revolusi Perancis dan Revolusi Industri dianggap telah mempengaruhi gerakan ini. Romantisisme mengagungkan keberhasilan-keberhasilan dari apa yang dianggapnya sebagai tokoh-tokoh heroic dan seniman-seniman yang keliru dipahami, dan yang telah mengubah, masyarakat. Ia juga mengesahkan imajinasi individu sebagai otoritas kritis yang memungkinkan kebebasan dari pemahaman klasik tentang bentuk dalam seni. Dalam penyampaian gagasan-gagasannya gerakan ini cenderung untuk kembali kepada apa yang dianggapnya sebagai keniscayaan sejarah dan alam. 
§  Realisme
               Realisme di dalam seni rupa berarti usaha menampilkan subjek dalam suatu karya sebagaimana tampil dalam kehidupan sehari-hari tanpa tambahan interpretasi tertentu. Maknanya bisa pula mengacu kepada usaha dalam seni rupa unruk memperlihatkan kebenaran, bahkan tanpa menyembunyikan hal yang buruk sekalipun.
Pembahasan realisme dalam seni rupa bisa pula mengacu kepada gerakan kebudayaan yang bermula di Perancis pada pertengahan abad 19. Namun karya dengan ide realisme sebenarnya sudah ada pada 2400 SM yang ditemukan di kota Lothal, yang sekarang lebih dikenal dengan nama India. Perupa realis selalu berusaha menampilkan kehidupan sehari-hari dari karakter, suasana, dilema, dan objek, untuk mencapai tujuan Verisimilitude (sangat hidup). Perupa realis cenderung mengabaikan drama-drama teatrikal, subjek-subjek yang tampil dalam ruang yang terlalu luas, dan bentuk-bentuk klasik lainnya yang telah lebih dahulu populer saat itu.
Dalam pengertian lebih luas, usaha realisme akan selalu terjadi setiap kali perupa berusaha mengamati dan meniru bentuk-bentuk di alam secara akurat. Sebagai contoh, pelukis foto di zaman renaisans, Giotto bisa dikategorikan sebagai perupa dengan karya realis, karena karyanya telah dengan lebih baik meniru penampilan fisik dan volume benda lebih baik daripada yang telah diusahakan sejak zaman Gothic.
Kejujuran dalam menampilkan setiap detail objek terlihat pula dari karya-karya Rembrandt yang dikenal sebagai salah satu perupa realis terbaik. Kemudian pada abad 19, sebuah kelompok di Perancis yang dikenal dengan nama Barbizon School memusatkan pengamatan lebih dekat kepada alam, yag kemudian membuka jalan bagi berkembangnya impresionisme. Di Inggris, kelompok Pre-Raphaelite Brotherhood menolak idealisme pengikut Raphael yang kemudian membawa kepada pendekatan yang lebih intens terhadap realisme.
Teknik Trompe l'oeil, adalah teknik seni rupa yang secara ekstrim memperlihatkan usaha perupa untuk menghadirkan konsep realisme.
§  Impresionisme
Impresionisme adalah suatu gerakan seni dari abad 19 yang dimulai dari Paris pada tahun 1860an. Nama ini awalnya dikutip dari lukisan Claude Monet, "Impression, Sunrise" ("Impression, soleil levant"). Kritikus Louis Leroy menggunakan kata ini sebagai sindiran dalam artikelnya di Le Charivari.
Karakteristik utama lukisan impresionisme adalah kuatnya goresan kuas, warna-warna cerah (bahkan banyak sekali pelukis impresionis yang mengharamkan warna hitam karena dianggap bukan bagian dari cahaya), komposisi terbuka, penekanan pada kualitas pencahayaan, subjek-subjek lukisan yang tidak terlalu menonjol, dan sudut pandang yang tidak biasa.

Biografi Ir.Soekarno

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgg0_ur4XzHNou_KEiw9iVGC89i6qSgvSwhyeiHtD4jo3nX1FgwViteiA3A6_sjEWVBS_7Y_D9tXR3TsSK00EB00ioCHfUpboimP81zAYBRuxOphjwE888lflrOmvp1y9edIvm1XDekPXU/s1600/biografi+soekarno.jpegDr.(HC) Ir. Soekarno1 (ER, EYD: Sukarno, nama lahir: Koesno Sosrodihardjo) (lahir di Surabaya[1][2][3], Jawa Timur, 6 Juni 1901 – meninggal di Jakarta, 21 Juni 1970 pada umur 69 tahun) adalah Presiden Indonesia pertama yang menjabat pada periode 1945–1966.[4] Ia memainkan peranan penting untuk memerdekakan bangsa Indonesia dari penjajahan Belanda.[5] Soekarno adalah penggali Pancasila karena ia yang pertama kali mencetuskan konsep mengenai dasar negara Indonesia itu dan ia sendiri yang menamainya Pancasila.[5] Ia adalah Proklamator Kemerdekaan Indonesia (bersama dengan Mohammad Hatta) yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945.

Soekarno menandatangani Surat Perintah 11 Maret 1966 Supersemar yang kontroversial, yang isinya—berdasarkan versi yang dikeluarkan Markas Besar Angkatan Darat—menugaskan Letnan Jenderal Soeharto untuk mengamankan dan menjaga keamanan negara dan institusi kepresidenan.[5] Supersemar menjadi dasar Letnan Jenderal Soeharto untuk membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan mengganti anggota-anggotanya yang duduk di parlemen.[5] Setelah pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) pada sidang umum ke empat tahun 1967, Presiden Soekarno diberhentikan dari jabatannya sebagai presiden pada Sidang Istimewa MPRS pada tahun yang sama dan mengangkat Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia.[5]

Nama

Ketika dilahirkan, Soekarno diberikan nama Koesno Sosrodihardjo oleh orangtuanya.[4] Namun karena ia sering sakit maka ketika berumur lima tahun namanya diubah menjadi Soekarno oleh ayahnya.[4][6] Nama tersebut diambil dari seorang panglima perang dalam kisah Bharata Yudha yaitu Karna.[4][6] Nama "Karna" menjadi "Karno" karena dalam bahasa Jawa huruf "a" berubah menjadi "o" sedangkan awalan "su" memiliki arti "baik".[6]

Di kemudian hari ketika menjadi Presiden R.I., ejaan nama Soekarno diganti olehnya sendiri menjadi Sukarno karena menurutnya nama tersebut menggunakan ejaan penjajah (Belanda)[rujukan?]. Ia tetap menggunakan nama Soekarno dalam tanda tangannya karena tanda tangan tersebut adalah tanda tangan yang tercantum dalam Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang tidak boleh diubah[rujukan?]. Sebutan akrab untuk Soekarno adalah Bung Karno.
Achmed Soekarno

Di beberapa negara Barat, nama Soekarno kadang-kadang ditulis Achmed Soekarno. Hal ini terjadi karena ketika Soekarno pertama kali berkunjung ke Amerika Serikat, sejumlah wartawan bertanya-tanya, "Siapa nama kecil Soekarno?" karena mereka tidak mengerti kebiasaan sebagian masyarakat di Indonesia yang hanya menggunakan satu nama saja atau tidak memiliki nama keluarga. Entah bagaimana, seseorang lalu menambahkan nama Achmed di depan nama Soekarno. Hal ini pun terjadi di beberapa Wikipedia, seperti wikipedia bahasa Denmark dan bahasa Spanyol.

Sukarno menyebutkan bahwa nama Achmed didapatnya ketika menunaikan ibadah haji.[7] Dalam beberapa versi lain, disebutkan pemberian nama Achmed di depan nama Sukarno, dilakukan oleh para diplomat muslim asal Indonesia yang sedang melakukan misi luar negeri dalam upaya untuk mendapatkan pengakuan kedaulatan negara Indonesia oleh negara-negara Arab.
Kehidupan
Masa kecil dan remaja
Rumah masa kecil Bung Karno

Soekarno dilahirkan dengan seorang ayah yang bernama Raden Soekemi Sosrodihardjo dan ibunya yaitu Ida Ayu Nyoman Rai.[4] Keduanya bertemu ketika Raden Soekemi yang merupakan seorang guru ditempatkan di Sekolah Dasar Pribumi di Singaraja, Bali.[4] Nyoman Rai merupakan keturunan bangsawan dari Bali dan beragama Hindu sedangkan Raden Soekemi sendiri beragama Islam.[4] Mereka telah memiliki seorang putri yang bernama Sukarmini sebelum Soekarno lahir.[8] Ketika kecil Soekarno tinggal bersama kakeknya, Raden Hardjokromo di Tulung Agung, Jawa Timur.[4]

Ia bersekolah pertama kali di Tulung Agung hingga akhirnya ia pindah ke Mojokerto, mengikuti orangtuanya yang ditugaskan di kota tersebut.[4] Di Mojokerto, ayahnya memasukan Soekarno ke Eerste Inlandse School, sekolah tempat ia bekerja.[8] Kemudian pada Juni 1911 Soekarno dipindahkan ke Europeesche Lagere School (ELS) untuk memudahkannya diterima di Hoogere Burger School (HBS).[4] Pada tahun 1915, Soekarno telah menyelesaikan pendidikannya di ELS dan berhasil melanjutkan ke HBS di Surabaya, Jawa Timur.[4] Ia dapat diterima di HBS atas bantuan seorang kawan bapaknya yang bernama H.O.S. Tjokroaminoto.[4] Tjokroaminoto bahkan memberi tempat tinggal bagi Soekarno di pondokan kediamannya.[4] Di Surabaya, Soekarno banyak bertemu dengan para pemimpin Sarekat Islam, organisasi yang dipimpin Tjokroaminoto saat itu, seperti Alimin, Musso, Dharsono, Haji Agus Salim, dan Abdul Muis.[4] Soekarno kemudian aktif dalam kegiatan organisasi pemuda Tri Koro Dharmo yang dibentuk sebagai organisasi dari Budi Utomo.[4] Nama organisasi tersebut kemudian ia ganti menjadi Jong Java (Pemuda Jawa) pada 1918.[4] Selain itu, Soekarno juga aktif menulis di harian "Oetoesan Hindia" yang dipimpin oleh Tjokroaminoto.[8]
Soekarno sewaktu menjadi siswa HBS Soerabaja

Tamat H.B.S. tahun 1920, Soekarno melanjutkan ke Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil pada tahun 1921[9], setelah dua bulan dia meninggalkan kuliah, tetapi pada tahun 1922 mendaftar kembali[10] dan tamat pada tahun 1926.[11] Soekarno dinyatakan lulus ujian insinyur pada tanggal 25 Mei 1926 dan pada Dies Natalis ke-6 TH Bandung tanggal 3 Juli 1926 dia diwisuda bersama delapan belas insinyur lainnya.[12] Prof. Jacob Clay selaku ketua fakultas pada saat itu menyatakan "Terutama penting peristiwa itu bagi kita karena ada di antaranya 3 orang insinyur orang Jawa".[13] Mereka adalah Soekarno, Anwari, dan Soetedjo[14], selain itu ada seorang lagi dari Minahasa yaitu Johannes Alexander Henricus Ondang.[15]

Saat di Bandung, Soekarno tinggal di kediaman Haji Sanusi yang merupakan anggota Sarekat Islam dan sahabat karib Tjokroaminoto.[4] Di sana ia berinteraksi dengan Ki Hajar Dewantara, Tjipto Mangunkusumo, dan Dr. Douwes Dekker, yang saat itu merupakan pemimpin organisasi National Indische Partij.
Sebagai arsitek

Bung Karno adalah presiden pertama Indonesia yang juga dikenal sebagai arsitek alumni dari Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) di Bandung dengan mengambil jurusan teknik sipil dan tamat pada tahun 1926.[16] [17] [18]
Pekerjaan dan Karya di Bidang Arsitektur

    Ir. Soekarno pada tahun 1926 mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari, banyak mengerjakan rancang bangun bangunan. Selanjutnya bersama Ir. Rooseno juga merancang dan membangun rumah-rumah dan jenis bangunan lainnya.
    Ketika dibuang di Bengkulu menyempatkan merancang beberapa rumah dan merenovasi total masjid Jami' di tengah kota.[19]

Pengaruh Terhadap Karya Arsitektural Semasa Menjadi Presiden

Semasa menjabat sebagai presiden, ada beberapa karya arsitektur yang dipengaruhi atau dicetuskan oleh Soekarno. Juga perjalanan secara maraton dari bulan Mei sampai Juli pada tahun 1956 ke negara-negara Amerika Serikat, Kanada, Italia, Jerman Barat, dan Swiss. Membuat cakrawala alam pikir Soekarno semakin kaya dalam menata Indonesia secara holistik dan menampilkannya sebagai negara yang baru merdeka[20]. Soekarno membidik Jakarta sebagai wajah (muka) Indonesia terkait beberapa kegiatan berskala internasional yang diadakan di kota itu, namun juga merencanakan sebuah kota sejak awal yang diharapkan sebagai pusat pemerintahan di masa datang. Beberapa karya dipengaruhi oleh Soekarno atau atas perintah dan koordinasinya dengan beberapa arsitek seperti Frederich Silaban dan R.M. Soedarsono, dibantu beberapa arsitek junior untuk visualisasi. Beberapa desain arsitektural juga dibuat melalui sayembara[21]

    Masjid Istiqlal 1951
    Monumen Nasional 1960
    Gedung Conefo [21]
    Gedung Sarinah [21]
    Wisma Nusantara [21]
    Hotel Indonesia 1962[22]
    Tugu Selamat Datang[22]
    Monumen Pembebasan Irian Barat[22]
    Patung Dirgantara[22]

    Tahun 1955 Ir. Soekarno menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci dan sebagai seorang arsitek, Soekarno tergerak memberikan sumbangan ide arsitektural kepada pemerintah Arab Saudi agar membuat bangunan untuk melakukan sa’i menjadi dua jalur dalam bangunan dua lantai. Pemerintah Arab Saudi akhirnya melakukan renovasi Masjidil Haram secara besar-besaran pada tahun 1966, termasuk pembuatan lantai bertingkat bagi umat yang melaksanakan sa’i menjadi dua jalur dan lantai bertingkat untuk melakukan tawaf [18]
    Rancangan skema Tata Ruang Kota Palangkaraya yang diresmikan pada tahun 1957 [18]


Kiprah politik
Masa pergerakan nasional

Pada tahun 1926, Soekarno mendirikan Algemene Studie Club di Bandung yang merupakan hasil inspirasi dari Indonesische Studie Club oleh Dr. Soetomo.[4] Organisasi ini menjadi cikal bakal Partai Nasional Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.[11] Aktivitas Soekarno di PNI menyebabkannya ditangkap Belanda pada bulan Desember 1929 dan dipenjara di Penjara Banceuy, pada tahun 1930 dipindahkan ke Sukamiskin dan memunculkan pledoinya yang fenomenal Indonesia Menggugat (pledoi), hingga dibebaskan kembali pada tanggal 31 Desember 1931.

Pada bulan Juli 1932, Soekarno bergabung dengan Partai Indonesia (Partindo), yang merupakan pecahan dari PNI. Soekarno kembali ditangkap pada bulan Agustus 1933, dan diasingkan ke Flores. Di sini, Soekarno hampir dilupakan oleh tokoh-tokoh nasional. Namun semangatnya tetap membara seperti tersirat dalam setiap suratnya kepada seorang Guru Persatuan Islam bernama Ahmad Hasan.

Pada tahun 1938 hingga tahun 1942 Soekarno diasingkan ke Provinsi Bengkulu.

Soekarno baru kembali bebas pada masa penjajahan Jepang pada tahun 1942.
Masa penjajahan Jepang
Berkas:Famsukarno fatma.jpg
Soekarno bersama Fatmawati dan Guntur

Pada awal masa penjajahan Jepang (1942-1945), pemerintah Jepang sempat tidak memerhatikan tokoh-tokoh pergerakan Indonesia terutama untuk "mengamankan" keberadaannya di Indonesia. Ini terlihat pada Gerakan 3A dengan tokohnya Shimizu dan Mr. Syamsuddin yang kurang begitu populer.

Namun akhirnya, pemerintahan pendudukan Jepang memerhatikan dan sekaligus memanfaatkan tokoh-tokoh Indonesia seperti Soekarno, Mohammad Hatta, dan lain-lain dalam setiap organisasi-organisasi dan lembaga lembaga untuk menarik hati penduduk Indonesia. Disebutkan dalam berbagai organisasi seperti Jawa Hokokai, Pusat Tenaga Rakyat (Putera), BPUPKI dan PPKI, tokoh tokoh seperti Soekarno, Hatta, Ki Hajar Dewantara, K.H. Mas Mansyur, dan lain-lainnya disebut-sebut dan terlihat begitu aktif. Dan akhirnya tokoh-tokoh nasional bekerja sama dengan pemerintah pendudukan Jepang untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, meski ada pula yang melakukan gerakan bawah tanah seperti Sutan Syahrir dan Amir Sjarifuddin karena menganggap Jepang adalah fasis yang berbahaya.

Presiden Soekarno sendiri, saat pidato pembukaan menjelang pembacaan teks proklamasi kemerdekaan, mengatakan bahwa meski sebenarnya kita bekerja sama dengan Jepang sebenarnya kita percaya dan yakin serta mengandalkan kekuatan sendiri.

Ia aktif dalam usaha persiapan kemerdekaan Indonesia, di antaranya adalah merumuskan Pancasila, UUD 1945, dan dasar dasar pemerintahan Indonesia termasuk merumuskan naskah proklamasi Kemerdekaan. Ia sempat dibujuk untuk menyingkir ke Rengasdengklok.

Pada tahun 1943, Perdana Menteri Jepang Hideki Tojo mengundang tokoh Indonesia yakni Soekarno, Mohammad Hatta, dan Ki Bagoes Hadikoesoemo ke Jepang dan diterima langsung oleh Kaisar Hirohito. Bahkan kaisar memberikan Bintang kekaisaran (Ratna Suci) kepada tiga tokoh Indonesia tersebut. Penganugerahan Bintang itu membuat pemerintahan pendudukan Jepang terkejut, karena hal itu berarti bahwa ketiga tokoh Indonesia itu dianggap keluarga Kaisar Jepang sendiri. Pada bulan Agustus 1945, ia diundang oleh Marsekal Terauchi, pimpinan Angkatan Darat wilayah Asia Tenggara di Dalat Vietnam yang kemudian menyatakan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah urusan rakyat Indonesia sendiri.

Namun keterlibatannya dalam badan-badan organisasi bentukan Jepang membuat Soekarno dituduh oleh Belanda bekerja sama dengan Jepang, antara lain dalam kasus romusha.
Masa Perang Revolusi
Ruang tamu rumah persembunyian Bung Karno di Rengasdengklok.

Soekarno bersama tokoh-tokoh nasional mulai mempersiapkan diri menjelang Proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia. Setelah sidang Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia BPUPKI, Panitia Kecil yang terdiri dari delapan orang (resmi), Panitia Kecil yang terdiri dari sembilan orang/Panitia Sembilan (yang menghasilkan Piagam Jakarta) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia PPKI, Soekarno-Hatta mendirikan Negara Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Setelah menemui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada tanggal 16 Agustus 1945; Soekarno dan Mohammad Hatta dibujuk oleh para pemuda untuk menyingkir ke asrama pasukan Pembela Tanah Air Peta Rengasdengklok. Tokoh pemuda yang membujuk antara lain Soekarni, Wikana, Singgih serta Chairul Saleh. Para pemuda menuntut agar Soekarno dan Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan Republik Indonesia, karena di Indonesia terjadi kevakuman kekuasaan. Ini disebabkan karena Jepang sudah menyerah dan pasukan Sekutu belum tiba. Namun Soekarno, Hatta dan para tokoh menolak dengan alasan menunggu kejelasan mengenai penyerahan Jepang. Alasan lain yang berkembang adalah Soekarno menetapkan momen tepat untuk kemerdekaan Republik Indonesia yakni dipilihnya tanggal 17 Agustus 1945 saat itu bertepatan dengan bulan Ramadhan, bulan suci kaum muslim yang diyakini merupakan bulan turunnya wahyu pertama kaum muslimin kepada Nabi Muhammad SAW yakni Al Qur-an. Pada tanggal 18 Agustus 1945, Soekarno dan Mohammad Hatta diangkat oleh PPKI menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Pada tanggal 29 Agustus 1945 pengangkatan menjadi presiden dan wakil presiden dikukuhkan oleh KNIP. Pada tanggal 19 September 1945 kewibawaan Soekarno dapat menyelesaikan tanpa pertumpahan darah peristiwa Lapangan Ikada tempat 200.000 rakyat Jakarta akan bentrok dengan pasukan Jepang yang masih bersenjata lengkap.

Pada saat kedatangan Sekutu (AFNEI) yang dipimpin oleh Letjen. Sir Phillip Christison, Christison akhirnya mengakui kedaulatan Indonesia secara de facto setelah mengadakan pertemuan dengan Presiden Soekarno. Presiden Soekarno juga berusaha menyelesaikan krisis di Surabaya. Namun akibat provokasi yang dilancarkan pasukan NICA (Belanda) yang membonceng Sekutu (di bawah Inggris), meledaklah Peristiwa 10 November 1945 di Surabaya dan gugurnya Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.

Karena banyak provokasi di Jakarta pada waktu itu, Presiden Soekarno akhirnya memindahkan Ibukota Republik Indonesia dari Jakarta ke Yogyakarta. Diikuti wakil presiden dan pejabat tinggi negara lainnya.

Kedudukan Presiden Soekarno menurut UUD 1945 adalah kedudukan Presiden selaku kepala pemerintahan dan kepala negara (presidensiil/single executive). Selama revolusi kemerdekaan, sistem pemerintahan berubah menjadi semipresidensiil/double executive. Presiden Soekarno sebagai Kepala Negara dan Sutan Syahrir sebagai Perdana Menteri/Kepala Pemerintahan. Hal itu terjadi karena adanya maklumat wakil presiden No X, dan maklumat pemerintah bulan November 1945 tentang partai politik. Hal ini ditempuh agar Republik Indonesia dianggap negara yang lebih demokratis.

Meski sistem pemerintahan berubah, pada saat revolusi kemerdekaan, kedudukan Presiden Soekarno tetap paling penting, terutama dalam menghadapi Peristiwa Madiun 1948 serta saat Agresi Militer Belanda II yang menyebabkan Presiden Soekarno, Wakil Presiden Mohammad Hatta dan sejumlah pejabat tinggi negara ditahan Belanda. Meskipun sudah ada Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) dengan ketua Sjafruddin Prawiranegara, tetapi pada kenyataannya dunia internasional dan situasi dalam negeri tetap mengakui bahwa Soekarno-Hatta adalah pemimpin Indonesia yang sesungguhnya, hanya kebijakannya yang dapat menyelesaikan sengketa Indonesia-Belanda.
Masa kemerdekaan
Soekarno dan Josip Broz Tito

Setelah Pengakuan Kedaulatan (Pemerintah Belanda menyebutkan sebagai Penyerahan Kedaulatan), Presiden Soekarno diangkat sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Mohammad Hatta diangkat sebagai perdana menteri RIS. Jabatan Presiden Republik Indonesia diserahkan kepada Mr Assaat, yang kemudian dikenal sebagai RI Jawa-Yogya. Namun karena tuntutan dari seluruh rakyat Indonesia yang ingin kembali ke negara kesatuan, maka pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS kembali berubah menjadi Republik Indonesia dan Presiden Soekarno menjadi Presiden RI. Mandat Mr Assaat sebagai pemangku jabatan Presiden RI diserahkan kembali kepada Ir. Soekarno. Resminya kedudukan Presiden Soekarno adalah presiden konstitusional, tetapi pada kenyataannya kebijakan pemerintah dilakukan setelah berkonsultasi dengannya.

Mitos Dwitunggal Soekarno-Hatta cukup populer dan lebih kuat di kalangan rakyat dibandingkan terhadap kepala pemerintahan yakni perdana menteri. Jatuh bangunnya kabinet yang terkenal sebagai "kabinet seumur jagung" membuat Presiden Soekarno kurang memercayai sistem multipartai, bahkan menyebutnya sebagai "penyakit kepartaian". Tak jarang, ia juga ikut turun tangan menengahi konflik-konflik di tubuh militer yang juga berimbas pada jatuh bangunnya kabinet. Seperti peristiwa 17 Oktober 1952 dan Peristiwa di kalangan Angkatan Udara.
Soekarno dan John F. Kennedy

Presiden Soekarno juga banyak memberikan gagasan-gagasan di dunia Internasional. Keprihatinannya terhadap nasib bangsa Asia-Afrika, masih belum merdeka, belum mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri, menyebabkan presiden Soekarno, pada tahun 1955, mengambil inisiatif untuk mengadakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung yang menghasilkan Dasa Sila. Bandung dikenal sebagai Ibu Kota Asia-Afrika. Ketimpangan dan konflik akibat "bom waktu" yang ditinggalkan negara-negara barat yang dicap masih mementingkan imperialisme dan kolonialisme, ketimpangan dan kekhawatiran akan munculnya perang nuklir yang mengubah peradaban, ketidakadilan badan-badan dunia internasional dalam penyelesaian konflik juga menjadi perhatiannya. Bersama Presiden Josip Broz Tito (Yugoslavia), Gamal Abdel Nasser (Mesir), Mohammad Ali Jinnah (Pakistan), U Nu, (Birma) dan Jawaharlal Nehru (India) ia mengadakan Konferensi Asia Afrika yang membuahkan Gerakan Non Blok. Berkat jasanya itu, banyak negara Asia Afrika yang memperoleh kemerdekaannya. Namun sayangnya, masih banyak pula yang mengalami konflik berkepanjangan sampai saat ini karena ketidakadilan dalam pemecahan masalah, yang masih dikuasai negara-negara kuat atau adikuasa. Berkat jasa ini pula, banyak penduduk dari kawasan Asia Afrika yang tidak lupa akan Soekarno bila ingat atau mengenal akan Indonesia.[rujukan?]

Guna menjalankan politik luar negeri yang bebas-aktif dalam dunia internasional, Presiden Soekarno mengunjungi berbagai negara dan bertemu dengan pemimpin-pemimpin negara. Di antaranya adalah Nikita Khruschev (Uni Soviet), John Fitzgerald Kennedy (Amerika Serikat), Fidel Castro (Kuba), Mao Tse Tung (RRC).
Kejatuhan

Situasi politik Indonesia menjadi tidak menentu setelah enam jenderal dibunuh dalam peristiwa yang dikenal dengan sebutan Gerakan 30 September atau G30S pada 1965.[23][11] Pelaku sesungguhnya dari peristiwa tersebut masih merupakan kontroversi walaupun PKI dituduh terlibat di dalamnya.[11] Kemudian massa dari KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia) dan KAPI (Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia) melakukan aksi demonstrasi dan menyampaikan Tri Tuntutan Rakyat (Tritura) yang salah satu isinya meminta agar PKI dibubarkan.[23] Namun, Soekarno menolak untuk membubarkan PKI karena bertentangan dengan pandangan Nasakom (Nasionalisme, Agama, Komunisme).[5][23] Sikap Soekarno yang menolak membubarkan PKI kemudian melemahkan posisinya dalam politik.[11][5]

Lima bulan kemudian, dikeluarkanlah Surat Perintah Sebelas Maret yang ditandatangani oleh Soekarno.[23] Isi dari surat tersebut merupakan perintah kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan yang perlu guna menjaga keamanan pemerintahan dan keselamatan pribadi presiden.[23] Surat tersebut lalu digunakan oleh Soeharto yang telah diangkat menjadi Panglima Angkatan Darat untuk membubarkan PKI dan menyatakannya sebagai organisasi terlarang.[23] Kemudian MPRS pun mengeluarkan dua Ketetapannya, yaitu TAP No. IX/1966 tentang pengukuhan Supersemar menjadi TAP MPRS dan TAP No. XV/1966 yang memberikan jaminan kepada Soeharto sebagai pemegang Supersemar untuk setiap saat menjadi presiden apabila presiden berhalangan.[24]

Soekarno kemudian membawakan pidato pertanggungjawaban mengenai sikapnya terhadap peristiwa G30S pada Sidang Umum ke-IV MPRS.[23] Pidato tersebut berjudul "Nawaksara" dan dibacakan pada 22 Juni 1966.[5] MPRS kemudian meminta Soekarno untuk melengkapi pidato tersebut.[23] Pidato "Pelengkap Nawaskara" pun disampaikan oleh Soekarno pada 10 Januari 1967 namun kemudian ditolak oleh MPRS pada 16 Februari tahun yang sama.[23]

Hingga akhirnya pada 20 Februari 1967 Soekarno menandatangani Surat Pernyataan Penyerahan Kekuasaan di Istana Merdeka.[24] Dengan ditandatanganinya surat tersebut maka Soeharto de facto menjadi kepala pemerintahan Indonesia.[24] Setelah melakukan Sidang Istimewa maka MPRS pun mencabut kekuasaan Presiden Soekarno, mencabut gelar Pemimpin Besar Revolusi dan mengangkat Soeharto sebagai Presiden RI hingga diselenggarakan pemilihan umum berikutnya.[24]
Sakit hingga meninggal
Makam Presiden Soekarno di Blitar, Jawa Timur.

Kesehatan Soekarno sudah mulai menurun sejak bulan Agustus 1965.[24] Sebelumnya, ia telah dinyatakan mengidap gangguan ginjal dan pernah menjalani perawatan di Wina, Austria tahun 1961 dan 1964.[24] Prof. Dr. K. Fellinger dari Fakultas Kedokteran Universitas Wina menyarankan agar ginjal kiri Soekarno diangkat tetapi ia menolaknya dan lebih memilih pengobatan tradisional.[24] Ia masih bertahan selama 5 tahun sebelum akhirnya meninggal pada hari Minggu, 21 Juni 1970 di RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto, Jakarta dengan status sebagai tahanan politik.[24][4] Jenazah Soekarno pun dipindahkan dari RSPAD ke Wisma Yasso yang dimiliki oleh Ratna Sari Dewi.[24] Sebelum dinyatakan wafat, pemeriksaan rutin terhadap Soekarno sempat dilakukan oleh Dokter Mahar Mardjono yang merupakan anggota tim dokter kepresidenan.[24] Tidak lama kemudian dikeluarkanlah komunike medis yang ditandatangani oleh Ketua Prof. Dr. Mahar Mardjono beserta Wakil Ketua Mayor Jenderal Dr. (TNI AD) Rubiono Kertopati.[24]

Komunike medis tersebut menyatakan hal sebagai berikut:[24]

    Pada hari Sabtu tanggal 20 Juni 1970 jam 20.30 keadaan kesehatan Ir. Soekarno semakin memburuk dan kesadaran berangsur-angsur menurun.
    Tanggal 21 Juni 1970 jam 03.50 pagi, Ir. Soekarno dalam keadaan tidak sadar dan kemudian pada jam 07.00 Ir. Soekarno meninggal dunia.
    Tim dokter secara terus-menerus berusaha mengatasi keadaan kritis Ir. Soekarno hingga saat meninggalnya.

Walaupun Soekarno pernah meminta agar dirinya dimakamkan di Istana Batu Tulis, Bogor, namun pemerintahan Presiden Soeharto memilih Kota Blitar, Jawa Timur, sebagai tempat pemakaman Soekarno.[24] Hal tersebut ditetapkan lewat Keppres RI No. 44 tahun 1970.[24] Jenazah Soekarno dibawa ke Blitar sehari setelah kematiannya dan dimakamkan keesokan harinya bersebelahan dengan makam ibunya.[24] Upacara pemakaman Soekarno dipimpin oleh Panglima ABRI Jenderal M. Panggabean sebagai inspektur upacara.[24] Pemerintah kemudian menetapkan masa berkabung selama tujuh hari.[24]
Peninggalan

Dalam rangka memperingati 100 tahun kelahiran Soekarno pada 6 Juni 2001, maka Kantor Filateli Jakarta menerbitkan prangko "100 Tahun Bung Karno".[8] Prangko yang diterbitkan merupakan empat buah prangko berlatar belakang bendera Merah Putih serta menampilkan gambar diri Soekarno dari muda hingga ketika menjadi Presiden Republik Indonesia.[8] Prangko pertama memiliki nilai nominal Rp500 dan menampilkan potret Soekarno pada saat sekolah menengah. Yang kedua bernilai Rp800 dan gambar Soekarno ketika masih di perguruan tinggi tahun 1920-an terpampang di atasnya. Sementara itu, prangko yang ketiga memiliki nominal Rp900 serta menunjukkan foto Soekarno saat proklamasi kemerdekaan RI. Prangko yang terakhir memiliki gambar Soekarno ketika menjadi Presiden dan bernominal Rp1000. Keempat prangko tersebut dirancang oleh Heri Purnomo dan dicetak sebanyak 2,5 juta set oleh Perum Peruri.[8] Selain prangko, Divisi Filateli PT Pos Indonesia menerbitkan juga lima macam kemasan prangko, album koleksi prangko, empat jenis kartu pos, dua macam poster Bung Karno serta tiga desain kaus Bung Karno.[8]

Prangko yang menampilkan Soekarno juga diterbitkan oleh Pemerintah Kuba pada tanggal 19 Juni 2008. Prangko tersebut menampilkan gambar Soekarno dan presiden Kuba Fidel Castro.[25] Penerbitan itu bersamaan dengan ulang tahun ke-80 Fidel Castro dan peringatan kunjungan Presiden Indonesia, Soekarno, ke Kuba.
Gelanggang Olahraga Bung Karno pada 1962.

Nama Soekarno pernah diabadikan sebagai nama sebuah gelanggang olahraga pada tahun 1958. Bangunan tersebut, yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno, didirikan sebagai sarana keperluan penyelenggaraan Asian Games IV tahun 1962 di Jakarta. Pada masa Orde Baru, kompleks olahraga ini diubah namanya menjadi Gelora Senayan. Tapi sesuai keputusan Presiden Abdurrahman Wahid, Gelora Senayan kembali pada nama awalnya yaitu Gelanggang Olahraga Bung Karno. Hal ini dilakukan dalam rangka mengenang jasa Bung Karno.[26]

Setelah kematiannya, beberapa yayasan dibuat atas nama Soekarno. Dua di antaranya adalah Yayasan Pendidikan Soekarno dan Yayasan Bung Karno. Yayasan Pendidikan Soekarno adalah organisasi yang mencetuskan ide untuk membangun universitas dengan pemahaman yang diajarkan Bung Karno. Yayasan ini dipimpin oleh Rachmawati Soekarnoputri, anak ke tiga Soekarno dan Fatmawati. Pada tahun 25 Juni 1999 Presiden Bacharuddin Jusuf Habibie meresmikan Universitas Bung Karno yang secara resmi meneruskan pemikiran Bung Karno, Nation and Character Building kepada mahasiswa-mahasiswanya.[27]

Sementara itu, Yayasan Bung Karno memiliki tujuan untuk mengumpulkan dan melestarikan benda-benda seni maupun nonseni kepunyaan Soekarno yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia.[28] Yayasan tersebut didirikan pada tanggal 1 Juni 1978 oleh delapan putra-putri Soekarno yaitu Guntur Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rachmawati Soekarnoputri, Sukmawati Soekarnoputri, Guruh Soekarnoputra, Taufan Soekarnoputra, Bayu Soekarnoputra, dan Kartika Sari Dewi Soekarno.[28] Pada tahun 2003, Yayasan Bung Karno membuka stan di Arena Pekan Raya Jakarta.[8] Di stan tersebut ditampilkan video pidato Soekarno berjudul "Indonesia Menggugat" yang disampaikan di Gedung Landraad tahun 1930 serta foto-foto semasa Soekarno menjadi presiden.[8] Selain memperlihatkan video dan foto, berbagai cenderamata Soekarno dijual di stan tersebut.[8] Di antaranya adalah kaus, jam emas, koin emas, CD berisi pidato Soekarno, serta kartu pos Soekarno.[8]

Seseorang yang bernama Soenuso Goroyo Sukarno mengaku memiliki harta benda warisan Soekarno.[8] Soenuso mengaku merupakan mantan sersan dari Batalyon Artileri Pertahanan Udara Sedang.[8] Ia pernah menunjukkan benda-benda yang dianggapnya sebagai warisan Soekarno itu kepada sejumlah wartawan di rumahnya di Cileungsi, Bogor.[8] Benda-benda tersebut antara lain sebuah lempengan emas kuning murni 24 karat yang terdaftar dalam register emas JM London, emas putih dengan cap tapal kuda JM Mathey London serta plakat logam berwarna kuning dengan tulisan ejaan lama berupa deposito hibah.[8] Selain itu terdapat pula uang UBCN (Brasil) dan Yugoslavia serta sertifikat deposito obligasi garansi di Bank Swiss dan Bank Netherland.[8] Meskipun emas yang ditunjukkan oleh Soenuso bersertifikat namun belum ada pakar yang memastikan keaslian dari emas tersebut.[29]
Penghargaan

Semasa hidupnya, Soekarno mendapatkan gelar Doktor Honoris Causa dari 26 universitas di dalam dan luar negeri.[30] Perguruan tinggi dalam negeri yang memberikan gelar kehormatan kepada Soekarno antara lain Universitas Gajah Mada (19 September 1951), Institut Teknologi Bandung (13 September 1962), Universitas Indonesia (2 Februari 1963), Universitas Hasanuddin (25 April 1963), Institut Agama Islam Negeri Jakarta (2 Desember 1963), Universitas Padjadjaran (23 Desember 1964), dan Universitas Muhammadiyah (1 Agustus 1965).[30] Sementara itu, Columbia University (Amerika Serikat), Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Rusia) dan Al-Azhar University (Mesir) merupakan beberapa universitas luar negeri yang menganugerahi Soekarno dengan gelar Doktor Honoris Causa.[30]

Pada bulan April 2005, Soekarno yang sudah meninggal selama 35 tahun mendapatkan penghargaan dari Presiden Afrika Selatan Thabo Mbeki.[8] Penghargaan tersebut adalah penghargaan bintang kelas satu The Order of the Supreme Companions of OR Tambo yang diberikan dalam bentuk medali, pin, tongkat, dan lencana yang semuanya dilapisi emas.[8] Soekarno mendapatkan penghargaan tersebut karena dinilai telah mengembangkan solidaritas internasional demi melawan penindasan oleh negara maju serta telah menjadi inspirasi bagi rakyat Afrika Selatan dalam melawan penjajahan dan membebaskan diri dari apartheid.[8] Acara penyerahan penghargaan tersebut dilaksanakan di Kantor Kepresidenan Union Buildings di Pretoria dan dihadiri oleh Megawati Soekarnoputri yang mewakili ayahnya dalam menerima penghargaan.[8]

sumber :http://indonesiadalamtulisan.blogspot.com